Ada Proyek Apa di Alun-alun Utara Yogyakarta?
Berikut penjelasan proyek revitalisasi Alun-alun Utara Yogyakarta. Dikabarkan, proyek ini untuk mempersiapkan Jogja sebagai Kota Warisan Dunia.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Joko Widiyarso
Disebutkan bahwa laut tak berpantai merupakan perwujudan dari Tuhan Yang Maha Tak Terhingga.
Sementara itu, dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara juga memiliki nama, yaitu Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru. Kini, nama Kiai Janadaru berubah menjadi Kiai Wijayadaru.
Baca juga: RESMI, Gubernur DIY Keluarkan SE Pelarangan Operasional Motor Listrik di Lokasi Sumbu Filosofi
Menurut Serat Salokapatra, benih Kiai Janadaru berasal dari Keraton Pajajaran, sementara Kiai Dewadaru benihnya berasal dari Keraton Majapahit.
Kiai Dewadaru adalah pohon beringin yang terletak di sebelah barat garis sumbu filosofis, sedangkan Kiai Janadaru atau Kiai Wijayadaru berada di sebelah timur sumbu filosofis.
Bagi yang belum tahu, sumbu filosofis yang dimaksud di sini adalah garis imajiner yang terbentang dari Gunung Merapi, melewati Tugu Jogja, kemudian Alun-alun Utara Yogyakarta, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Alun-alun Selatan Yogyakarta, Kandang Menjangan, sampai ke Laut Selatan.

Dikutip dari laman Dinas Pariwisata DIY, pembangunan Yogyakarta dirancang oleh Sultan Hamengku Buwana I dengan landasan filosofi yang sangat tinggi.
Beliau menata Kota Yogyakarta membentang arah utara-selatan dengan membangun Keraton Yogyakarta sebagai titik pusatnya.
Secara simbolis, filosofi garis imajiner ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam.
Simbol keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan alam termasuk lima anasir pembentuknya, yakni api dari Gunung Merapi, tanah dari bumi Ngayogyakarta, air dari Laut Selatan, serta angin dan akasa.
Baca juga: Ki Joko Wasis Reresik Pagebluk, Berjalan Kaki Mengikuti Sumbu Filosofi Yogyakarta

Nah, Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru atau Kiai Wijayadaru yang mengapit sumbu filosofi Yogyakarta tersebut juga memiliki makna tersendiri.
Kiai Dewadaru yang berada di sebelah barat sumbu filosofis, bersama Masjid Gedhe Yogyakarta yang juga berada di sebelah barat sumbu tersebut, menjadi gambaran hubungan manusia dengan Tuhan.
Sementara itu, Kiai Janadaru atau Kiai Wijayadaru yang berada di sebelah timur sumbu filosofis, bersama Pasar Beringharjo yang juga berada di sebelah timur sumbu itu, menjadi gambaran hubungan manusia dengan manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kiai Dewadaru, Kiai Jandaru, dan lautan tak berpantai yang ditandai dengan pasir lembut di sekelilingnya, merupakan simbol keselarasan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan yang Maha Tak Terhingga, serta manusia dengan manusia lainnya.