Jalan Tol Yogya Solo
Masih Ada Warga Tak Sepakat Ganti Untung Proyek Jalan Tol, Pemerintah DIY Serahkan Penuh Ke Satker
Masih Ada Warga Tak Sepakat Ganti Untung Proyek Jalan Tol, Pemerintah DIY Serahkan Penuh Ke Satker
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Yudha Kristiawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tujuh pemilik lahan terdampak tol Yogyakarta-Solo di Dukuh Temanggal 1, Desa Purwomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman menolak nilai uang ganti untung lahan terdampak tol.
Alasannya, nilai ganti untung tidak sesuai dengan harga tanah di pasaran. Sehingga para warga meminta agar pemerintah bersedia memberikan ganti untung di atas harga pasaran.
Kepala Dukuh Temanggal 1 Sugiharto Broto Sumarno mengatakan, ada tujuh warga yang masih belum menerima nilai ganti rugi yang ditentukan pemerintah.
Menurut pria yang akrab disapa Giyarto ini, mereka merasa kesulitan mencari lahan pengganti apabila harga lahan ganti untung di bawah harga pasaran.
"Setahu saya hanya lima hingga tujuh pemilik lahan yang masih belum bisa menerima atau menolak ganti untung lahan," katanya, saat dihubungi Tribunjogja.com, Minggu (13/12/2020).
Baca juga: UPDATE Pilkada Magelang : Rekapitulasi Tingkat Kecamatan Pilkada Kota Magelang Selesai Hari Ini
Baca juga: KPU Gunungkidul Tegaskan Penghitungan Suara di Sirekap Belum Menjadi Hasil Resmi
Baca juga: Dewan Minta Pemkot Yogyakarta Hati-hati Sebelum Memulai Kembali Pembelajaran Tatap Muka
Ia menambahkan, di dukuh Temanggal 1 sendiri, data padukuhan mencatat ada sebanyak 111 bidang yang terdampak proyek tol Yogyakarta-Solo.
Penyebab sebagian warga yang menolak nilai ganti untung tersebut menurutnya lantaran beberapa warga terdampak proyek tol di Dukuh Temanggal 1 telah mendengar nilai ganti untung lahan di tempat lain dengan selisih yang cukup besar.
"Sebagian warga menolak ganti untung setelah mengetahui nilai ganti rugi di tempat lain," ujarnya.
Ia menegaskan, mereka yang melakukan penolakan sebagian besar bukan warga asli dari Dukuh Temanggal 1.
Giyarto berharap agar penggantian lahan terdampak tol tersebut bisa mencapai kesepakatan.
"Yang menolak itu mereka yang domisili di Temanggal. Harapan mereka ya nilai ganti rugi bisa tinggi. Tapi berhubung ini proyek nasional, ya sebagian warga sudah bisa menerima," ungkap Giyarto.
Pihaknya belum mengetahui secara pasti besaran ganti untung lahan yang nantinya dibayarkan oleh pemerintah.
Munculnya penolakan tersebut menurutnya lantaran warga belum mengetahui secara pasti besaran ganti untung lahan di Dukuh Temanggal 1.

"Nanti kan diakumulasi, lahan berapa, bangunan berapa, dan non fisik itu berapa. Masih proses pemberkasannya.
Saya gak bisa berbuat apa-apa karena hak pribadi masing-masing warga. Nanti malah serba salah, saya gak bisa berpihak ke siapa pun," tegas dia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji menambahkan harga ganti untung yang dipatok oleh tim Satuan Kerja (Satker) adalah harga yang layak menyesuaikan harga tanah di masing-masing tempat.
Ia menganggap, ketika muncul selisih harga menurutnya bisa saja terjadi karena adanya perhitungan dari sisi bangunan atau fisik.
Dirinya mengingatkan agar ada kesepakatan antara tim penaksir harga dengan warga yang terdampak tol Yogyakarta-Solo.
"Menurut Satker harga yang dipatok itu harga layak. Mungkin kalau ada selisih-selisih itu dari penghitungan sisi bangunan," pungkasnya.
Pemerintah DIY dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya kepada tim Satker dan tim penilai harga lahan untuk proyek nasional.