Ramadan 2019
Ponpes Ora Aji, Rumah Bagi Yatim Piatu dan Fakir Miskin
Gus Miftah sendiri yang sempat mendapat sorotan karena dirinya kerap memberikan materi pengajian di tempat-tempat tak lazim sebagai lokasi pengajian.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
Namun Gus Miftah nampak tetap pada pendiriannya, untuk menyebar luaskan ilmu agama dengan caranya sendiri.

Menerima santri dari kalangan berlatar belakang kelam, bagi Gus Miftah bukan tanpa tujuan dan harapan.
Dari awal pondok ini berdiri, Gus Miftah punya harapan agar santri yang belajar di pondok bisa menjadi lebih bernilai.
‘Ora Aji’ artinya tidak berharga, yang dimaknai tidak ada satupun yang berharga di mata Allah kecuali ketakwaan.
“Mantan napi atas kasus apapun yang sudah tidak diterima di lingkungannya boleh belajar di sini. Anak-anak yatim piatu yang tidak punya orang tua dan fakir miskn kami terima dan dibimbing untuk belajar ilmu agama supaya mereka nanti lebih bernilai. Tempat tinggal, makan, minum semua gratis,” kata Gus Miftah.
• Dakwah Gus Miftah di Kelab Malam Mendapat Dukungan
Kini, setelah berdiri lebih kurang enam tahun, Pondok Pesantren Ora Aji telah memiliki 100 santri yang tinggal area pondok.
Selain itu, masih ada 120 santri dari panti asuhan yang juga dibina oleh Gus Miftah.
Santri berasal dari berbagai daerah, seperti sejumlah wilayah di Jawa sampai luar Jawa seperti Kalimantan dan Sumatra.
Menurut Gus Miftah, Pondok Pesantren Ora Aji memakai kurikulum berbasis kompetensi yang memungkinkan setiap santri mengeksplorasi kemampuan kompetensi yang dimiliki masing-masing.
Pihak pondok, juga menyediakan fasilitas untuk santri menyalurkan bakat, seperti peternakan, pertanian dan perikanan.
Kitab-kitab Salafi banyak diajarkan di pondok ini oleh beberapa pendamping.
Sementara khusus untuk ilmu akhlak dan budi pekerti, diajarkan secara langsung oleh Gus Miftah karena dua hal ini menjadi karakter utama santri pondok.
Gus Miftah, sangat ingin santrinya punya aklak dan budi pekerti luhur suatu saat nanti.
“Di sini, displin nomor satu. Sudah ada aturan yang harus ditaati santri. Ke depan, saya punya harapan bisa mendirikan sekolah setingkat SMK di sini. Supaya santri bisa belajar lebih baik lagi sesuai bidang yang mereka inginkan. Jadi ketika keluar dari santri sudah bisa bekerja. Jangan cuma bisa mondok tapi tidak bisa kerja,” katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)