Lipsus KMS Yogyakarta
Kisah Warga Kota Yogya Menolak KMS: Banyak yang Lebih Butuh Bantuan Dibanding Kami
Kerelaan melepas KMS dengan menolak pendataan dari petugas ini tak lepas dari latar belakangnya pengalaman mereka memperoleh bantuan ini.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mata Ngatinah (48) berkaca-kaca saat menceritakan keengganan dirinya didata kembali sebagai penerima kartu menuju sejahtera (KMS) di tahun 2018.
Hatinya lega dan tenang setelah bisa melepas bantuan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta tersebut.
”Banyak yang mengatakan eman-eman (sayang). Tapi hati nurani saya tetap ingin melepaskan untuk yang lebih membutuhkan,” kata warga Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta ini kepada Tribun Jogja, Rabu (7/3/2018).
Ngatinah dan suaminya, Eriyanto (55) sudah hampir lima tahun terakhir ini menjadi penerima KMS.
Uang dari bantuan pemerintah ini selalu dipergunakan untuk menyekolahkan dua anaknya hingga jenjang sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Uang yang diterimanya cukup signifikan meringankan beban hidupnya yang mengalami pasang surut.
Sebelumnya, penghasilan keluarga ini jauh di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Yogya.
Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari pun mereka pas-pasan.
Baca: KMS Tidak Berlaku untuk PPDB 2018 di Kota Yogyakarta
Pasangan ini tinggal di rumah sederhana.
Berada di gang sempit kawasan Malioboro yang masih terkesan kumuh.
Rumah bercat biru ini cukup kecil karena hanya berukuran 60 meter persegi dan ditinggali dua kepala keluarga (KK) sekaligus.
Di sudut-sudut rumahnya pun terlihat kurang tertata rapi.
Kucing peliharaan dibiarkan berada di ruang tamu yang terbatas ukurannya.
Alhasil, bau kotoran dari kucing ini menusuk hidung setiap orang yang hendak bertamu.