Menuju Keluarga Sakinah, Neuroscience Dalam Dakwah Kesetaraan

Otak laki-laki cenderung bekerja secara fokus dan logis sementara otak perempuan lebih dominan pada kemampuan multitasking dan empati

|
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
Freepik
Ilustrasi 

* Oleh: Afif Fathurrahman, Hajja Vandini dan Aulia Rachmah, Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Angkatan 2025 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

KELUARGA Sakinah merupakan impian semua pasangan dalam membina rumah tangga. Belakangan ini muncul sebuah fenomena yang menggemparkan tentang seorang Selebgram yang membina rumah tangganya tidak lebih dari 2 bulan. Untuk mencegah akan terjadinya kejadian yang sama, beberapa pekan lalu, mulai muncul trend tentang tepuk Sakinah yang diadaptasi dari konsep kelurga Sakinah.

Dengan adanya tepuk sakinah, diharapkan setiap pasangan mempu memahami tujuan pernikahan dan membina rumah tangga yang baik dan harmonis. Permasalahan lainnya, yakni komunikasi, komunikasi yang dibangun dalam hubungan rumah tangga tidak terbatas pada komunikasi verbal melainkan juga komunikasi non verbal. Dalam hal ini pentingnya pemahaman tentang konsep konsep diri dan pola kerja qodrati (akal) agar dikemudian hari tidak terjadi perselisihan sebagaimana yang dilakukan oleh Dr. Aisha Dahlan.

Dr. Aisha Dahlan merupakan pakar neuroscience dan parenting, menjelaskan perbedaan otak antara laki-laki dan perempuan merupakan hal yang alami dan memiliki fungsi yang saling melengkapi. Otak laki-laki cenderung bekerja secara fokus dan logis sementara otak perempuan lebih dominan pada kemampuan multitasking dan empati (perasaan).

Dalam konteks rumah tangga, pemahaman terhadap perbedaan ini sangat penting agar suami istri dapat saling memahami cara berpikir dan bertindak satu sama lain sehingga tercipta keharmonisan dan komunikasi yang efektif. 

Pahami Otak

Dr. Aisha Dahlan menjelaskan, bahwa dalam kehidupan berumah tangga, hubungan antara suami dan istri tidak hanya dibangun atas dasar cinta dan komitmen tetapi juga pemahaman terhadap perbedaan karakter dan cara berpikir masing-masing.

Salah satu faktor penting yang memengaruhi perbedaan tersebut adalah cara kerja otak antara laki-laki dan perempuan. Menurut ilmu neuroscience, struktur dan fungsi otak manusia memiliki perbedaan biologis yang nyata berdasarkan jenis kelamin, yang pada akhirnya turut memengaruhi pola komunikasi, pengambilan kepurusan, cara mengekpresikan emosi, hingga kemampuan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 

Dakwah kontemporer di media digital menjadi wadah penting dalam membentuk pemahaman masyarakat tentang berbagai nilai kehidupan, termasuk isu kesetaraan gender. Salah satu konten yang menarik adalah video berjudul "Perbedaan Persepsi Pria dan Wanita" oleh dr. Aisah Dahlan, CHt, CM, NLP yang tayang di channel YouTube Rumiil Al-Hilya. Melalui artikel ini, penting untuk menelaah bagaimana dakwah tersebut menghadirkan narasi tentang kesetaraan gender dalam bingkai pemahaman agama dan ilmu pengetahuan modern.

Pertama, pendekatan dakwah yang mengedepankan perpaduan antara ajaran Islam dan ilmu neurosains serta NLP (Neuro-Linguistic Programming) menjadi kekuatan utama konten ini. dr. Aisah Dahlan menegaskan bahwa pria dan wanita memiliki cara pandang dan pola pikir yang berbeda secara biologis dan psikologis, yang merupakan bagian dari ciptaan Allah. Pernyataan ini mengakui perbedaan alami tanpa merendahkan salah satu gender, melainkan menekankan bahwa kesetaraan bukan berarti kesamaan mutlak dalam segala hal.

Kedua, narasi yang ditawarkan mengarah pada konsep kesetaraan yang bersifat komplementer, yaitu pria dan wanita memiliki peran dan fungsi yang berbeda namun sama-sama penting dan saling melengkapi. Perspektif ini relevan dalam konteks Islam yang menempatkan peran gender dalam kerangka saling membangun dan menghormati. Dengan demikian, dakwah ini mengajak audiens untuk menerima perbedaan bukan sebagai sumber konflik, melainkan peluang memperkuat harmoni sosial dan keluarga.

Memperkuat Bias

Namun demikian, perlu juga dicermati potensi risiko dari narasi perbedaan yang kerap dimaknai secara stereotip. Misalnya, penekanan bahwa pria lebih logis dan wanita cenderung emosional jika tidak dibahas secara hati-hati dapat memperkuat bias yang menghambat kesempatan setara, khususnya bagi perempuan dalam ranah sosial dan keagamaan. Oleh karenanya, penting agar dakwah selalu menegaskan hak-hak perempuan dan mempromosikan pemberdayaan tanpa mengabaikan nilai-nilai keunikan gender.

Baca juga: Siapa Sosok di Balik Viral Tepuk Sakinah? Begini Asal Mula yang Kini Jadi Tren Calon Pengantin

Selanjutnya, keberadaan dakwah di platform YouTube tersebut menunjukkan peran strategis media sosial dalam menyebarkan paham inklusif tentang kesetaraan gender yang berbasis pada ilmu dan agama. Ini menjadi contoh usaha dakwah modern yang adaptif terhadap perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat digital yang mencari pemahaman mendalam dan relevan.

Sayangnya, masih banyak pasangan yang belum memahami bahwa perbedaan cara berpikir ini bersifat biologis, bukan sekadar perbedaan kepribadian atau sikap. Akibatnya, sering timbul kesalahpahaman dan konflik yang sebenarnya bisa dihindari apabila kedua pihak memahami dasar ilmiah dari perilaku masing-masing.

Melalui perspektif neuroscience yang dijelaskan oleh Dr. Aisha Dahlan, masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana otak laki-laki dan perempuan bekerja serta bagaimana pemahaman ini dapat diterapkan dalam membangun hubungan rumah tangga yang lebih sehat dan harmonis. 

Secara keseluruhan, dakwah "Perbedaan Persepsi Pria dan Wanita" di Rumiil Al-Hilya menawarkan wacana kesetaraan gender yang kontekstual dan berimbang. Narasi yang menyatukan nilai ilmiah dan spiritual memberikan fondasi yang kuat untuk membangun dialog kesetaraan yang harmonis di masyarakat.

Namun, penyeimbangan antara pengakuan perbedaan dan penguatan kesetaraan harus terus dijaga agar dakwah mampu menjadi agen perubahan positif yang tidak hanya mengakomodasi perbedaan, tetapi juga mengangkat martabat dan peran aktif seluruh gender secara adil. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved