Arah Baru Pertahanan Indonesia: Dari Airbus, Blank Spot hingga Telepon Prabowo

Strategi defensif aktif Indonesia di bawah Prabowo Subianto menata ulang kekuatan militer untuk menjaga kedaulatan ekonomi, menutup blank spot wilayah

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Wartawan Tribunnews.com/Dahlan Dahi
MENTERI PERTAHANAN - Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin memberikan penjelasan kepada pemimpin redaksi dan wartawan senior di dalam pesawat Airbus A400m dalam penerbangan perdana dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (16/11/2025). 

Dalam perjalanan panjang itu, saya menyadari: Indonesia sedang menenun ulang jaring pertahanannya. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menjaga rumahnya sendiri. Dan seperti selimut yang melindungi tubuh dari dingin malam, strategi ini dirancang untuk menjaga kehangatan dan ketenangan negeri yang luas ini.

Ketika Telepon Berdering di Lanud Iskandar Muda

Di Lanud Iskandar Muda, Aceh, suasana santai menyelimuti ruang tunggu. Sjafrie Sjamsoeddin tengah berbincang dengan para wartawan, menjawab pertanyaan dengan gaya khasnya yang tenang dan penuh percaya diri. Namun, momen itu seketika berubah ketika seorang ajudan mendekat dan menyerahkan sebuah ponsel.

Sjafrie menerima panggilan itu, menekan tombol speaker, dan suara di seberang langsung dikenali semua yang hadir: Presiden Prabowo Subianto. Percakapan berlangsung sekitar lima menit. Tak banyak yang diucapkan Sjafrie selain, “Siap, Pak. Dilaksanakan,” yang diulang beberapa kali. Ia tetap duduk santai, sesekali tersenyum, seolah percakapan itu adalah bagian rutin dari hari-harinya.

Telepon itu bukan sekadar basa-basi. Prabowo sedang memberi arahan langsung menjelang kunjungan kenegaraan ke Jepang. Hari itu, 17 November 2025, dijadwalkan pertemuan “two plus two” antara pejabat pertahanan dan luar negeri kedua negara. Isu-isu strategis seperti Laut China Selatan, Taiwan, dan Papua menjadi pokok bahasan.

Dari percakapan itu, tergambar jelas posisi Indonesia: menghormati kedaulatan dan urusan dalam negeri semua negara sahabat, termasuk China. Sebuah prinsip yang juga diharapkan berlaku sebaliknya agar negara lain pun menghormati bagaimana Indonesia mengelola isu Papua.

Dalam kerangka strategi defensif aktif, China bukan sekadar mitra dagang, tetapi juga mitra strategis di kawasan, baik di Selat Malaka, Laut China Selatan, maupun dalam percaturan geopolitik global. Pendekatan ini mencerminkan arah baru diplomasi pertahanan Indonesia: tidak lagi berpihak tunggal, melainkan membangun keseimbangan.

Mengapa Indonesia tampak menjauh dari Amerika Serikat? Sjafrie tidak menjelaskan panjang lebar. Namun, ia sempat menyinggung satu pertemuan dengan delegasi AS yang menawarkan pesawat tempur. 

“Ah, hargamu terlalu mahal,” katanya sambil tertawa kecil. Sebuah sindiran ringan, namun sarat makna: Indonesia tak ingin terjebak dalam ketergantungan yang mahal dan sepihak.

Langkah ini bukan sekadar soal harga. Ini tentang cara pandang baru terhadap dunia. Indonesia kini memilih untuk tidak berporos pada satu kekuatan, melainkan membuka banyak jalur, membangun banyak jembatan. Dunia telah berubah, dan Indonesia pun menyesuaikan langkahnya. (*)

Sumber: Tribunnews
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved