Mendagri Tito Dorong Pemda Gencarkan Pembangunan Rusun untuk Atasi Kepadatan Permukiman

Penyediaan hunian yang layak disebut sebagai kunci terciptanya kota yang aman dan sehat. 

TRIBUNJOGJA.COM / Yuwantoro Winduajie
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, kepala daerah yang belum mengikuti retret susulan akan menjalani orientasi di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri di Kalibata, Jakarta. 

Ringkasan Berita:
  • Mendagri Tito menekankan percepatan pembangunan rumah susun, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jakarta. Hunian vertikal dinilai mampu meningkatkan kualitas hidup, menata kota, serta mempermudah penyediaan fasilitas publik.
  • Agar efektif, Pemda perlu peta jalan yang mencakup penyederhanaan perizinan, skema pendanaan inovatif (termasuk KPBU), insentif bagi pengembang, serta pemanfaatan lahan negara/daerah.

 

TRIBUNJOGJA.COM - Penyediaan hunian yang layak disebut sebagai kunci terciptanya kota yang aman dan sehat. 

Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian saat mengikuti rapat bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, belum lama ini.

 Dalam kesempatan itu, Tito menekankan pentingnya mempercepat pembangunan rumah susun (rusun) di wilayah-wilayah yang penduduknya padat, sebagai langkah meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Tito menegaskan pemerintah daerah (Pemda) perlu memperbanyak proyek hunian vertikal, termasuk di Jakarta. 

Menurutnya, model hunian ini bukan hanya membantu menata kota, tetapi juga mempermudah penyediaan sarana publik, seperti ruang terbuka hijau maupun fasilitas olahraga.

Ia mencontohkan pengalamannya ketika menempuh pendidikan di Singapura. 

Pada akhir 1990-an, negeri tersebut gencar membenahi kawasan permukimannya yang padat melalui pembangunan hunian vertikal. Upaya itu kemudian membuat tata kota menjadi lebih teratur.

Dari sisi kajian, Peneliti Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri BRIN, Hadi Supratikta, menilai arahan Mendagri untuk mempercepat pembangunan rusun sangat relevan.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa karakteristik wilayah Indonesia yang terbagi antara kawasan kontinental dan kepulauan perlu menjadi pertimbangan utama Pemda dalam merancang hunian vertikal.

Hadi menyebut penataan permukiman harus disesuaikan kondisi geografis, sosial, dan ekonomi setempat. 

Wilayah pesisir dan kepulauan, misalnya, kerap berhadapan dengan keterbatasan lahan serta ancaman kenaikan permukaan air laut. 

Selain itu, masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada sumber daya laut juga harus diperhatikan agar penataan kawasan tetap mendukung keberlanjutan mata pencaharian mereka.

“Pembangunan ​desain kontekstual harus mempertimbangkan aspek hidro-oseanografi, mitigasi bencana (misalnya tsunami atau banjir rob), dan potensi adanya penurunan tanah akibat tidak adanya larangan pengambilan air tanah yang berlebihan untuk industri, dan mempertimbangkan kearifan lokal,” kata Hadi saat dihubungi, Sabtu (15/11/2025).

Berbeda dari pesisir, daerah pegunungan menghadapi tantangan lain, seperti topografi yang curam dan kerentanan longsor. Karena itu, Hadi menyebut pembangunan hunian vertikal dalam skala besar sulit dilakukan di kawasan tersebut. Jika harus dibangun, mitigasi kebencanaan menjadi syarat mutlak.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved