Dua Raja di Satu Keraton: Kisruh Takhta PB XIV Kembali Mengemuka di Surakarta

Seusai wafatnya PB XIII pada Minggu (2/11/2025), dua nama muncul sebagai penerus, KGPAA Gusti Purboyo dan KGPH Hangabehi. 

Kolase foto Tribunjogja.com
KGPAA Gusti Purboyo (kiri) dan KGPH Hangabehi (kanan) 

Menurut GRAy Timoer, putri tertua PB XIII, deklarasi tersebut sejalan dengan adat Kasunanan dan memastikan tidak ada kekosongan kepemimpinan. 

Ia menyebut sumpah di hadapan jenazah sebagai tradisi yang pernah terjadi dalam suksesi raja-raja sebelumnya.

Tedjowulan Menjadi Plt Raja: Menjembatani Masa Transisi

Di hari yang sama, KGPA Tedjowulan, selaku Maha Menteri Keraton, juga menyatakan dirinya sebagai pelaksana tugas (Plt) raja. 

Melalui juru bicaranya, KP Bambang Pradotonagoro, Tedjowulan menyebut bahwa keberadaan pemimpin sementara bukanlah hal baru di Kasunanan.

Ia mencontohkan masa transisi PB VII dan PB VIII yang pernah menjembatani suksesi menuju PB IX saat calon raja masih dalam kandungan permaisuri PB VI.

Penunjukan Tedjowulan sebagai Plt merujuk pada SK Menteri Dalam Negeri Nomor 430-2933 Tahun 2017, yang menempatkan PB XIII dan Tedjowulan sebagai pemimpin Kasunanan bersama pemerintah pusat dan daerah.

Rapat Suksesi Keluarga Besar: Hangabehi Ditapkan Sebagai Penerus

Dua hari sebelum penobatan Purboyo dijadwalkan digelar, sebagian keluarga besar Keraton Solo melakukan rapat suksesi. 

Dalam forum tersebut, KGPH Hangabehi ditetapkan sebagai putra mahkota, lalu diangkat menjadi PB XIV versi kubu keluarga besar.

Rapat dipimpin oleh sejumlah putra-putri PB XII dan PB XIII, serta difasilitasi Tedjowulan. 

Namun, Tedjowulan mengaku tidak mengetahui adanya agenda tambahan untuk menetapkan Hangabehi sebagai raja baru.

Gusti Moeng GKR Wandansari Koes Murtiyah menyatakan bahwa keluarga besar memilih Hangabehi karena ia merupakan putra tertua PB XIII. 

Ia juga mempertanyakan status permaisuri PB XIII maupun legitimasi penetapan Purboyo sebagai putra mahkota.

Gusti Moeng menilai langkah itu dilakukan demi merukunkan keluarga yang terbelah sejak masa PB XIII. 

Ia menegaskan bahwa keluarga sendirilah yang meminta kehadiran pemerintah untuk menjaga kelestarian keraton.

Dua Jalan Suksesi, Satu Takhta yang Diperebutkan

Kisruh bermula ketika Purboyo, dengan dasar pengangkatannya sebagai putra mahkota, terlebih dulu mendeklarasikan diri sebagai PB XIV. 

Namun sebagian keluarga keraton tidak mengakui status tersebut dan memilih Hangabehi sebagai penerus berdasarkan senioritas usia.

Situasi ini membawa Keraton Solo kembali menghadapi dua nama dua kubu dan dua proses penobatan yang berbeda, seperti babak lama yang kembali berulang dalam perjalanan panjang Kasunanan Surakarta.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved