Tol DIY dan Dampaknya: Konektivitas, Wisata, hingga UMKM Perlu Penataan

Fokusnya mencakup peningkatan konektivitas dari exit tol ke kawasan wisata dan sentra UMKM, penguatan kualitas jalan koridor,

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Tribunnews.com/Istimewa
Para narasumber dari unsur kebijakan, teknis, akademisi, dan legislatif berdiskusi dalam Podcast Infrastruktur Biro PIWPP2 SETDA DIY bersama Tribun Jogja, membahas kesiapan daerah menghadapi pembangunan tol dan dampaknya terhadap konektivitas, pariwisata, serta UMKM. 
Ringkasan Berita:
  • Proyek tol di Yogyakarta diproyeksikan membawa dampak besar pada konektivitas, pertumbuhan ekonomi, penguatan sektor wisata, dan UMKM.
  • Analis Kebijakan Biro PIWPP2, Margaretta Tutik menegaskan pentingnya penentuan titik pengembangan UMKM dan wisata menyusul adanya tol di Yogyakarta.

 

TRIBUNJOGJA.COM - Pembangunan infrastruktur tol di Daerah Istimewa Yogyakarta diproyeksikan membawa dampak besar pada konektivitas, pertumbuhan ekonomi, penguatan sektor wisata, dan UMKM.

Namun, kesiapan daerah menjadi penentu agar manfaat tersebut optimal. Hal itu mengemuka dalam Podcast Infrastruktur persembahan Biro PIWPP2 SETDA DIY bersama Tribun Jogja yang menghadirkan empat narasumber dari unsur kebijakan, teknis, akademisi, dan legislatif.

Analis Kebijakan Biro PIWPP2, Margaretta Tutik memaparkan arah kebijakan integrasi pembangunan tol dengan pengembangan wisata dan UMKM.

Fokusnya mencakup peningkatan konektivitas dari exit tol ke kawasan wisata dan sentra UMKM, penguatan kualitas jalan koridor, serta manajemen lalu lintas yang melibatkan dinas perhubungan.

“Kebijakan tata ruang perlu mengakomodasi instalasi UMKM. Pengembangan smart tourism juga menjadi bagian dari arah kebijakan,” ujarnya.

Dari sisi akademisi, Dr. Nindyo Cahyo menilai pembangunan tol memberi peluang besar sekaligus risiko over-accessibility.

“Kota kecil seperti Yogyakarta bisa didatangi orang dari berbagai penjuru dengan volume besar. PR utamanya traffic impact assessment untuk memprediksi kendaraan masuk dan titik padat,” katanya.

Titik pengembangan

Ia menegaskan perlunya penentuan titik pengembangan UMKM dan wisata, karena DIY merupakan wilayah istimewa yang membutuhkan pengembangan terukur dan berkelanjutan.

Penjelasan teknis disampaikan Tri Murtoposidi, Kabid Bina Marga Dinas PU ESDM DIY. Ia memaparkan bahwa exit tol pertama dari arah Solo berada di Purwomartani yang terhubung langsung dengan Jalan Jogja–Solo. Pemda DIY dan Sleman sepakat membangun ramp layang Purwomartani–Bokoharjo, dengan pembebasan lahan yang sudah berjalan.

“Bokoharjo menyiapkan lahan untuk rest area dan sentra UMKM. Jalur ini kemudian terhubung ke jalan provinsi dan Prambanan–Piyungan sebagai bagian Jogja Outer Ring Road (JORR),” ujarnya.

Ia menjelaskan pembangunan Prambanan–Gading sepanjang 27 km sudah berjalan sejak 2018 dan menyisakan 4,5 km yang dijadwalkan rampung 2025–2026. “Jika ramp selesai 2028, konektivitas Prambanan–Gading tersambung penuh. Dampaknya besar, akses ke perbukitan dan pantai selatan jauh lebih cepat,” katanya.

Tri juga mencontohkan, peningkatan kunjungan ke Umbul Ponggok Klaten sebesar 15 persen setelah tol beroperasi, serta peluang ekspor produk lokal seiring akses cepat ke Semarang dan Surabaya.

Dari legislatif, Nur Subiyantoro, Ketua Komisi C DPRD DIY, menegaskan bahwa tol adalah keniscayaan. Tantangannya bukan pada dampak lalu lintas, melainkan bagaimana memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.

“Exit tol harus terhubung dengan destinasi wisata dan sentra UMKM. Titik pertumbuhan harus ditata sejak sekarang. Ini pekerjaan panjang, setidaknya lima tahun,” ujarnya. Ia menyebut tambahan anggaran pusat dan rencana penataan akses Prambanan–Jogja sebagai prioritas, termasuk dorongan penggunaan transportasi umum dan ide parkir berbasis aplikasi untuk mengatasi kepadatan kota.

Para narasumber turut menyoroti kesiapan SDM. Dr. Nindyo menegaskan bahwa semua pihak harus siap karena DIY kini memikul status sebagai kota budaya dan kawasan Sumbu Filosofi yang menjadi warisan dunia.

Tri Murtoposidi menambahkan perlunya intervensi cepat pada ruas yang terhubung langsung ke exit tol. Ia mendukung pemanfaatan ruang bawah tol yang dibangun melayang di atas Selokan Mataram, seperti beautifikasi, jogging track, hingga area UMKM dengan sentuhan lokal pada desain pintu tol.

Sementara itu, Nur Subiyantoro menegaskan perlunya percepatan penataan transportasi publik melalui kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Menutup perbincangan, Margaretta Tutik menyebut perencanaan kebijakan yang matang sebagai syarat utama.

“Kesalahan konsep berdampak besar. Semua pihak—akademisi, aktivis transportasi, lembaga teknis, dinas PU, hingga sektor swasta—harus dilibatkan sejak awal,” katanya.

Podcast tersebut menegaskan bahwa pembangunan tol di DIY bukan sekadar proyek fisik, melainkan kerja besar penataan ruang, ekonomi, dan transportasi yang menuntut keselarasan lintas sektor dan kesiapan berkelanjutan.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved