Sentil Perangkat Wilayah, Ketua DPRD Kota Yogya Sebut Deretan Lurah 'Nol' dalam Penanganan Sampah

Politisi PDI Perjuangan itu menilai, masih ada deretan pemangku wilayah yang minim usaha atau effort

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
ASPIRASI: Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Wisnu Sabdono Putro, saat menyampaikan paparannya, di sela agenda reses bersama masyarakat Kelurahan Gunungketur, Kemantren Pakualaman, Jumat (21/11/25) sore. 
Ringkasan Berita:
  • Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Wisnu Sabdono Putro, menyoroti kinerja sejumlah perangkat wilayah dalam penanganan darurat sampah.
  • Menurutnya, masih ada deretan pemangku wilayah yang minim usaha atau effort untuk menuntaskan problem sampah.

 

TRIBUNJOGJA.COM - Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Wisnu Sabdono Putro, menyoroti kinerja sejumlah perangkat wilayah, khususnya di tingkat Kelurahan, dalam penanganan darurat sampah.

​Politisi PDI Perjuangan itu menilai, masih ada deretan pemangku wilayah yang minim usaha atau effort untuk menuntaskan problem berkepanjangan tersebut.

​Hal itu diungkapkannya di sela agenda reses bersama masyarakat Kelurahan Gunungketur, Kemantren Pakualaman, Jumat (21/11/25) sore.

​Lebih jauh, ia pun mendesak Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, untuk melakukan penataan ulang distribusi organisasi di tubuh Pemerintah Kota (Pemkot).

​"Ini Pak Wali harus mulai menata. Saya melihat, pemerintah di wilayah-wilayah itu masih ada yang effort kerjanya, terkhusus bicara sampah, masih nol, bahkan tidak menyadari urgensi permasalahan sampah," tegasnya.

Pola pikir

​Wisnu menyebut, indikator "kurang effort" terlihat dari pola pikir pemangku wilayah yang justru bangga dengan tingginya volume sampah yang dihasilkan warganya, alih-alih berupaya menekan.

​Wisnu mencontohkan, tempo hari sempat berjumpa dengan salah satu Lurah yang merasa biasa saja ketika wilayahnya menyumbang sampah hingga 2,5 sampai 3 ton per hari.

​Padahal, di wilayah lain, ada Lurah yang proaktif melakukan sosialisasi, serta memantau langsung, hingga berhasil menurunkan volume buangan dari 1,3 ton menjadi 0,8 ton dalam sepekan.

​"Ada yang belum menyadari bahwa sampah ini jadi masalah di wilayahnya. Ada Lurah, ditanya per hari berapa ton, dijawab 'kami 2,5 menuju 3 ton'. Itu kok malah bangga," cetusnya.

​"Padahal yang seharusnya dibanggakan perangkat wilayah itu kalau ada penurunan produksi sampah, bukannya dari 2,5 malah bertambah jadi 3 ton," imbuh Wisnu.

​Oleh sebab itu, Wisnu tak segan meminta eksekutif untuk mengambil langkah tegas jika memang ditemukan perangkat wilayah yang tidak sanggup menggerakkan warganya untuk memilah dan mengolah sampah.

​"Evaluasi. Kalau sudah seperti itu, kalau perlu, ya diganti saja. Harus Lurah yang punya effort untuk menyelesaikan persoalan sampah di wilayah," ucapnya.

​Lebih lanjut, Wisnu menyadari, bahwa penyelesaian masalah sampah di kota yang luasnya hanya sekitar 32,5 kilometer persegi ini tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.

​Apalagi, dengan populasi siang hari yang bisa mencapai 2 juta jiwa, karena banyak pendatang dari luar daerah, tumpukan sampah yang dihasilkan sangat luar biasa.

​Sementara, rencana Pemerintah Pusat membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berkapasitas 1.000 ton kemungkinan baru bisa terealisasi pada 2027 mendatang.

"Dalam masa tunggu 1-2 tahun ini, peran serta masyarakat, pemerintah, hingga sektor swasta menjadi kunci karena kondisi TPA Piyungan yang terbatas, bahkan ditutup total per tahun depan," ungkapnya.

​"Kami melihat selama ini, warga itu kalau diajak pun mau. Mereka antusias kok, untuk bareng-bareng ngunggahke (memajukan) kotanya sendiri," pungkas Wisnu. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved