Asa Yayasan Sekar Kawung Memuliakan Budaya, Menjaga Alam, Menguatkan Rakyat

Sekar Kawung percaya bahwa masyarakat desa sangat kreatif dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitar mereka. 

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Instagram @houseofgekiori
Hasil karya artisan mitra Sekar Kawung di pajang di Galeri GeKIORI by Sekar Kawung, Depok, Sleman, DIY. 

Di Sumba, mereka menemukan bahwa desa-desa yang bergantung pada tanaman pewarna alam untuk kain ikat mereka cenderung lebih hijau dan terawat dibandingkan desa yang ekonominya didominasi peternakan. Hal ini menunjukkan ketergantungan langsung antara kelestarian budaya menenun dengan kelestarian alam.

Sementara di Tuban (Kecamatan Kerek), mereka bekerja dengan penenun yang menanam sendiri kapasnya. 

“Di sana (Tuban) mereka mulai dari tanam kapas sendiri,” sebut Kiki, Rabu, (19/11/2025).

Proses yang dilakukan adalah sangat tradisional (tanpa mesin), mulai dari memisahkan biji kapas menggunakan tangan, memintal benang, hingga menenun. 

Proses pintal benang secara tradisional di Tuban, Jawa Timur.
Proses pintal benang secara tradisional di Tuban, Jawa Timur. (E-book Annual Report Sekar Kawung "Tuban Women Eco Weavers")

Proses yang lambat ini menunjukkan ketiadaan kekerasan dalam pembuatannya, yang kemudian menarik pasar meditasi dan energi healer.

Kain yang dihasilkan melalui proses lestari dan tanpa mesin seringkali dinilai "lebih kasar" atau "mahal" sehingga sulit laku di pasar konvensional.

Sekar Kawung menjembatani masalah ini dengan memperkenalkan kain-kain tersebut ke kalangan desainer fesyen, seperti Lemari Lila, yang bersedia menggunakan kain ini untuk produk mereka.

Sekar Kawung juga menemukan pasar tak terduga di kalangan terapis dan praktisi meditasi, yang merasa bahwa kain-kain buatan tangan tersebut memiliki vibrasi yang baik, merek pun bersedia menghargai proses panjangnya.

Dalam konteks dunia yang serba cepat, Sekar Kawung memilih jalur proses yang panjang, meskipun ini berarti pertumbuhan yang lambat. 

Mereka menyadari bahwa pembangunan yang benar harus memilih proses yang panjang dan berdampak berkelanjutan, bukan sekadar proyek yang cepat selesai.

Yayasan ini menerapkan prinsip "copy-left, bukan copy-right,” tutur Kiki berkelakar, Rabu, (19/11/2025).

Mereka tidak pelit membagikan pengetahuan atau konsep. Sebaliknya, mereka menyambut baik jika banyak pihak meniru dan mengadopsi model mereka, karena setiap tiruan akan membawa sentuhan lokal dan inovasi yang justru akan membuat konsep tersebut semakin baik dan berkembang.

Sekar Kawung berdiri sebagai bukti bahwa ketidaksempurnaan dan proses yang lambat dapat menghasilkan nilai yang utuh dan berkelanjutan. 

Mereka terus mendampingi masyarakat yang terpinggirkan dari ekonomi mainstream agar dapat memiliki pendapatan yang layak sambil melestarikan warisan alam dan budaya mereka. (MG|Axel Sabina Rachel Rambing)

Baca juga: Krisis Berkepanjangan di Gaza, Yayasan Sosial Asal Jogja Ini Gencarkan Bantuan Kemanusiaan

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved