Dari 'Kapal Pecah' Menjadi Anak-Anak Penuh Disiplin, Kisah Perubahan Drastis Siswa Sekolah Rakyat

Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, mulai bercerita tentang perubahan siswa-siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA).

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, saat bercerita tentang perubahan siswa-siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA). Kegiatan ini dalam Workshop Media : Pemanfaatan AI untuk Jurnalisme Edisi Sekolah Rakyat oleh Kementerian Komunikasi dan Digital di Porta Hotel Yogyakarta, Selasa 18 November 2025. 

SUASANA ruangan mendadak hening ketika Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, mulai bercerita tentang perubahan siswa-siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA). Suaranya perlahan merendah dan matanya tampak berkaca-kaca.

"Saya sampai menangis melihat perkembangan para siswa ini. Meraka yang awalnya datang penuh masalah, kini sudah banyak berubah," kata Endang dalam acara Workshop Media : Pemanfaatan AI untuk Jurnalisme Edisi Sekolah Rakyat oleh Kementerian Komunikasi dan Digital di Porta Hotel Yogyakarta, Selasa 18 November 2025.

Sambil menggenggam mikrofon dengan kedua tangan, Endang seperti tengah menahan perasaan yang mengalir deras. Ia mencoba saat mengingat kembali perjalanan empat bulan bersama 275 siswa SMAR. 

Meraka adalah anak-anak dari keluarga tidak beruntung yang kini bersekolah gratis di dua lokasi SRMA di Yogyakarta. Semua berawal saat Presiden Prabowo memberikan perintah agar Sekolah Rakyat segera disiapkan di berbagai daerah, termasuk DIY. Waktu yang diberikan sangat singkat.

“Februari perintahnya. Lalu Maret akhir atau awal April kami diminta menyiapkan. Juli tanggal 14 harus sudah menerima siswa,” kenang Endang.

Banyak pihak awalnya menganggap tugas itu mustahil dilakukan dalam waktu sesingkat itu. Namun ia memilih unttuk terus bergerak bersama timnya dan bersinergi dengan kementerian terkait, “Pokoknya kerja-kerja, yang impossible itu bisa,” katanya.

Baca juga: Jumlah Lansia Capai 15 Persen, Kota Magelang Perluas Program Sekolah Lansia

Berburu Siswa

Saat itu, gedung yang akan menjadi asrmara para siswa belum siap. Saat sarana dan prasarana siap, tantangan selanjutnya adalah mencari anak-anak dari keluarga yang benar-benar tidak beruntung.

Ia dan tim harus menelusuri data kemiskinan, mendatangi rumah-rumah, memastikan kondisi keluarga, bahkan melakukan pendekatan langsung kepada orang tua. Mengajak siswa untuk masuk Sekolah Rakyat bukan perkara mudah.

“Orang tuanya dulu yang kita motivasi. Bapak, Ibu, tolong anaknya boleh sekolah dengan diasramakan,” ceritanya.

Tidak jarang, setelah orang tua setuju, justru sang anak yang menolak. Ada pula yang sebaliknya. Namun ia dan tim tak pernah menyerah. Maka pendekatan sosial dilakukan berulang-ulang, dari pintu ke pintu.

"Kami selalu bilang kepada siswa dan orangtua yang jadi taregt, 'Jadi orang susah itu capek. Jangan sampai si anak jadi orang susah'," katanya. Cara ini terbukti jitu untuk membujuk orangtua dan anak.

Tantangan tak selesai sampai di sini. Ketika para siswa akhirnya masuk asrama untuk pertama kalinya, ternyata mereka belum terbiasa dengan aturan ala asmara. Endang menggambarkan hari-hari awal itu dengan jujur, “Awal anak masuk, sekolah rakyat itu kayak kapal pecah.”

Mereka datang dari rumah sempit, lingkungan penuh tekanan, dan perilaku yang terbentuk dari kondisi yang serba minim. Ada yang terbiasa tidur di mana saja, pulang jam berapa pun, tanpa ada yang menegur. Ada pula yang sudah terpapar rokok, minuman, hingga pergaulan yang berisiko.

Puasa Senin-Kamis

Tetapi hanya dalam dua bulan, perubahan-perubahan kecil mulai muncul. Suaranya terdengar bangga saat ia mengatakan, “Kedisiplinan, dia bangun setengah lima sudah tidak pakai diopera-opera.”

Asrama yang dulu berantakan perlahan menjadi rapi. Anak-anak belajar merapikan tempat tidur, menata sandal, mengurus pakaian, hingga menjaga kebersihan kamar mandi.

Ketika bercerita tentang perkembangan spiritual dan kebersamaan para siswa, suara Endang kembali melemah. Ia sempat berhenti sebelum melanjutkan kalimatnya. “Sekarang mereka itu sudah 80 persen puasa Senin–Kemis. Tanpa kita minta,” ucapnya pelan.

Yang membuatnya semakin tersentuh adalah solidaritas yang tumbuh di antara mereka, termasuk dari siswa non-Muslim.

“Yang non-Muslim itu dampingi loh kalau sahur, bangun. Dampingi teman-temannya sahur,” katanya. Mereka ikut duduk saat buka puasa, sekadar minum atau makan sedikit agar dapat merayakan momen itu bersama.

Banyak dari anak-anak itu yang datang dengan kondisi kurang gizi, tubuh kecil, dan wajah murung. Kini mereka tampak lebih segar, lebih ceria, lebih gemuk dan lebih percaya diri. “Sekarang mereka sudah cantik-cantik, sudah kemayu. Berat badan sudah naik. Sudah bersih semua,” ujarnya sambil tersenyum kecil.

Masa Depan

Endang juga menyinggung kedekatan emosional yang terbentuk antara siswa dan para wali asuh. “Kalau saya datang, seperti ketemu orang tuanya,” tuturnya.

Anak-anak itu sering meminta pelukan, mengajak berfoto, atau sekadar bercerita tentang hari mereka di sekolah. Kebiasaan ini mencerminkan perubahan karakter sekaligus kebutuhan afeksi yang selama ini tidak terpenuhi di rumah.

Endang kembali menekankan bahwa para siswa yang kini belajar di SRMA adalah angkatan pertama. Generasi awal yang akan menentukan arah program ini ke depan. “Ini nanti jadi sejarah. Sejarah tiga tahun ke depan, lulusan SR itu jadi apa.” katanya.

Dinas Sosial DIY telah memikirkan langkah kelanjutan untuk lulusan angkatan pertama ini. “Kalau untuk di DIY, kita sudah bekerja sama dengan universitas, perguruan tinggi. Untuk bisa menindaklanjuti anak-anak yang lulusan sekolah rakyat yang mau kuliah itu kuliah. Dan nanti juga dengan program gratis,” ucapnya tenang.

Namun Bu Endang juga memahami bahwa tidak semua siswa akan memilih jalur akademik. Bagi mereka yang ingin langsung bekerja atau membuka usaha, Dinas Sosial telah menyiapkan alur pendampingan. Skill para siswa dipetakan sejak awal melalui asesmen talenta. “Skill dia ketika di SR kan sudah terpantau, nanti kami punya datanya,” ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved