Cerita Guru Sekolah Inklusi di Yogyakarta Belajar Makna Hidup dari Anak-anak

Berbicara tentang pengalaman paling membekas selama mengajar di sekolah inklusi, para guru selalu mengatakan mereka banyak belajar dari anak-anak.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Dok. Istimewa
KARYA SISWA: Murid-murid SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dan beberapa guru pengampu bersama hasil karya seni mereka di depan gedung sekolah. 

Kemudian untuk anak-anak ABK, berkolaborasi dengan GPK dan orang tua wali yang mendampingi, ia menyediakan metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kebutuhan anak.

“Jadi kalau anak-anak itu harus ada gambar, kemudian tidak serta-merta hanya menulis saja. Ada juga yang suka misal menempel, ya itu saya selingi, kadang menempel yang masih berkaitan dengan pembelajaran yang dipelajari,” ucap Dewi.

Guru dan Murid Sekolah Inklusi Saat Pelajaran
Dua orang guru dan beberapa murid di tengah kegiatan belajar mengajar di luar kelas. (Dok. Istimewa)

Di satu sisi lain, ada Natalia (33) yang ketika pertama kali mengajar di SD Taman Muda langsung dihadapkan dengan satu kelas yang didominasi oleh anak-anak ABK.

Ia mengaku sempat mengalami dilema dan ragu akan kemampuannya.

Seiring berjalannya waktu, Natalia mulai memahami bahwa anak-anak ABK memang membutuhkan perhatian khusus.

Kurang lebih sudah mengajar selama tujuh tahun disana, ia terus belajar akan apa yang lebih dibutuhkan oleh anak-anak itu.

Baca juga: Limbah Kain Disulap Jadi Boneka, Serunya Anak-anak Belajar di Teman Perca di Yogyakarta

“Ya disini yang terpenting itu belajar sosialisasi, terus kerja sama dengan teman-temannya. Ibaratnya setiap anak sudah ada peningkatan. Untuk akademik ya sambil mengalir saja,” ujar Natalia.

Semangat Belajar dan Toleransi Tinggi Jadi Kekuatan

Berbicara tentang pengalaman paling membekas selama mengajar di sekolah inklusi, ketiga guru itu menceritakan pengalaman unik dan berkesan yang ujungnya selalu diakhiri dengan mereka yang banyak belajar dari anak-anak.

Semangat belajar anak-anak ABK menjadi salah satu yang paling berkesan bagi Dewi.

“Ada anak yang dari segi kemampuannya itu pintar banget, cuma karena dia itu lumpuh layuh jadi memang tidak bisa mengikuti pembelajaran selama satu hari full, duduk juga harus pakai kursi roda dan tidak bisa lama. Tapi ya itu semangat untuk belajarnya luar biasa tinggi,” pungkasnya.

Praktik Metode Pembelajaran di Sekolah
Praktik metode pembelajaran interaktif bersama murid-murid di kelas. (Dok. Istimewa)

Eni pun bercerita anak-anak reguler yang memiliki kesadaran sosial tinggi terhadap teman-temannya yang ABK.

Bahkan ketika anak-anak itu sedang ingin menjahili temannya, mereka selalu bisa mengerem dan memposisikan diri agar candaannya tidak melebihi batas.

Kepada teman-teman yang memakai kursi roda, Eni menambahkan, anak-anak itu tanpa ada yang menyuruh sudah selalu ringan tangan untuk membantu mendorong kursi rodanya.

“Dari kelas mau keluar itu sudah otomatis (temannya) dibantu. Kita ya hanya mengingatkan, ‘awas hati-hati’ begitu. Memang kalau untuk sosialnya, wah, sungguh luar biasa anak-anak itu,” kata Eni dengan senyum merekah.

Ketika menu makanan bergizi gratis (MBG) sudah datang, banyak anak yang langsung inisiatif mengambilkan porsi milik temannya yang berkebutuhan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved