Waspada Leptospirosis! 26 Kasus Terdeteksi di Kota Yogya, 6 Meninggal Dunia

Sampai dengan bulan Oktober 2025, tercatat 26 kasus telah ditemukan, dengan enam di antaranya tidak tertolong

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu, saat ditemui di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (4/11/25). 

Ringkasan Berita:
  • Hingga Oktober 2025, tercatat 26 kasus Leptospirosis ditemukan di Kota Yogyakarta, enam di antaranya meninggal dunia.
  • Masyarakat diminta waspada pada Leptospirosis mengingat kini telah mulai musim penghujan

 

TRIBUNJOGJA.COM - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta mencatat tren kasus leptospirosis yang cukup mengkhawatirkan sepanjang tahun 2025. 

Sampai dengan bulan Oktober 2025, tercatat 26 kasus telah ditemukan, dengan enam di antaranya tidak tertolong, atau berakhir pada kematian. 

Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu, mengatakan, kasus kematian terbaru ditemukan pada kisaran awal Oktober lalu di Kemantren Jetis.

Waspada leptospirosis

Kini, seiring dengan mulainya musim penghujan, pihaknya telah mengeluarkan surat kewaspadaan yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat dan OPD terkait, dengan fokus utama pada pencegahan primer.

"Kewaspadaan terhadap lepto adalah bagaimana saat melakukan aktivitas yang memungkinkan terpapar dengan kencing tikus, wajib menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)," katanya, Selasa (4/11/25).

"Kami juga mengimbau masyarakat, bagaimana menutup makanan, minuman, kemudian mengelola sampah. Ini harus serentak semua elemen masyarakat," tambah Endang.

Upaya Dinkes tidak berhenti pada imbauan, di mana surveilans juga aktif memetakan risiko melalui langkah pengambilan sampel air, tanah, dan menangkap tikus di beberapa lokasi.

Ancaman di pemukiman perkotaan

​Hasilnya, menurut Endang, mengkonfirmasi adanya ancaman dan potensi nyata terkait sebaran penyakit leptospirosis di tengah permukiman warga.

"Ada dua tempat yang kita lakukan pada waktu itu, salah satunya di kawasan Bumijo, sebagian besar (tikus yang diperiksa) ada bakteri leptospirosisnya," ungkapnya.

Dengan fakta tikus di lingkungan perkotaan terbukti membawa bakteri, Endang menegaskan kewaspadaan adalah cara paling efektif, karena eliminasi total tikus tidak mungkin dilakukan.

​Di samping itu, Dinkes juga menyoroti respons pasien, karena dari enam kasus kematian yang terjadi, sebagian besar disebabkan oleh keterlambatan dalam mencari pertolongan medis.

​"Meninggalnya karena terlambat mendapat penanganan medis yang memadahi. Jadi, pasien datang dalam kondisi klinis yang istilahnya sudah lanjut," tandasnya.

Ia mencontohkan, banyak pasien baru datang ke rumah sakit pada minggu kedua sakit, ketika komplikasi berat seperti gagal ginjal sudah terjadi. Padahal, jika terdeteksi sejak dini di fasilitas kesehatan pertama, leptospirosis dapat ditangani dengan baik.

​Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak mengabaikan gejala, terutama jika memiliki riwayat kontak dengan lingkungan berisiko, seperti banjir, got, sampah, atau bahkan memancing.

​"Bagi yang merasakan ketidaknyamanan, terutama nyeri di betis (yang spesifik), kemudian demam seperti flu, segeralah periksa. Jangan tunggu sampai mata kuning, karena itu sudah agak lanjut," tegasnya. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved