Buntut TKD Dipangkas 30 Persen, Pemda DIY Inventarisasi Aset, Kurangi Ketergantungan Pajak

Pemda DIY harus kembali mengetatkan ikat pinggang setelah dana TKD dari pemerintah pusat dipotong hingga 30 persen

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
BUNTUT PEMOTONGAN TKD - Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti. Pemda DIY harus kembali mengetatkan ikat pinggang setelah dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat dipotong hingga 30 persen. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) harus kembali mengetatkan ikat pinggang setelah dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat dipotong hingga 30 persen.

Pemangkasan itu berdampak signifikan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2026, terutama pada sektor pembangunan fisik dan belanja operasional.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menyatakan Pemda telah melakukan efisiensi sejak awal tahun sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.

Namun, dengan adanya pemotongan TKD, seluruh perencanaan anggaran kini harus dicermati ulang.

“Kita berusaha melakukan efisiensi lagi. Kita lihat kembali semua kegiatan yang tidak terlalu signifikan — yang mungkin masih bisa dikurangi,” ujar Ni Made saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Jumat (10/10/2025).

“Padahal setelah terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025, kita sebenarnya sudah melakukan pencermatan dan efisiensi. Namun dengan adanya pengurangan TKD, kita harus melakukan pencermatan ulang kembali.”

Menurutnya, seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) telah dikumpulkan untuk membahas langkah efisiensi lanjutan.

Beberapa pos belanja yang akan disisir ulang meliputi penyertaan modal, perjalanan dinas, hingga sedikit penyesuaian di belanja pegawai.

“Ya mau bagaimana lagi, karena memang anggarannya sedikit sekali,” ujar Ni Made.

“Untuk kegiatan sosialisasi, seminar, dan sebagainya, mungkin kita akan lebih banyak menggunakan gedung milik pemerintah. Jadi kita kurangi pengeluaran tersebut dan kita cermati kembali hingga ke tingkat komponen-komponen di dalamnya.”

Selain efisiensi, Pemda juga berupaya mengoptimalkan aset daerah sebagai sumber pendapatan alternatif.

Ni Made menjelaskan, saat ini tengah dilakukan inventarisasi aset yang bisa dimanfaatkan untuk menambah pemasukan daerah tanpa melanggar aturan hukum.

“Sekarang kita sedang membantu menginventarisasi aset-aset Pemda yang bisa segera digerakkan, agar tidak hanya mengandalkan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor,” jelasnya.

“Aset daerah itu pada dasarnya hanya bisa dilakukan dua hal: disewakan atau dilelang. Padahal bentuk aset itu kan bermacam-macam. Jadi kita sedang menyiapkan produk hukum yang mendukung pemanfaatan aset tersebut.”

Namun, Ni Made menegaskan bahwa dampak paling besar dari pemotongan TKD adalah berhentinya hampir seluruh proyek pembangunan fisik.

Dana yang tersisa kini hanya cukup untuk kegiatan pemeliharaan rutin.

“Untuk pembangunan fisik, sejak kemarin memang kita sudah tidak punya anggaran untuk kegiatan fisik yang besar. Hanya ada pemeliharaan jalan saja, tidak ada rehabilitasi,” ujarnya.

“Usulan kita melalui DAIS sebesar Rp1,6 triliun, tapi nilainya tidak naik. Jadi memang tidak ada peningkatan.”

Ia menambahkan, total RAPBD 2026 DIY diperkirakan berada di kisaran Rp5 triliun, termasuk di dalamnya dana keistimewaan sebesar Rp1,6 triliun.

Dengan skema pemotongan terbaru, Pemda menghadapi defisit sekitar Rp700–780 miliar.

“Kalau dilihat dari atas, sekitar 5 koma sekian triliun, dan itu masih memasukkan komponen dana keistimewaan sebesar 1,6 triliun,” kata Ni Made.

“Jadi kalau DAIS dikurangi, ya kira-kira kita kekurangan sekitar 170 miliar.”

Dari perhitungan Pemda, pemangkasan dana pusat tahun ini bukan yang pertama.

Tahun sebelumnya, DIY juga mengalami pengurangan, meski tidak sebesar kali ini.

“Kalau yang kemarin itu sifatnya pengurangan, tapi yang sekarang ini memang luar biasa,” ujar Ni Made menegaskan.

“Bahkan anggaran untuk fisik hampir nol. Yang paling besar terdampak adalah DAU (Dana Alokasi Umum), dan ini sedikit mengguncang belanja pegawai juga.”

Dengan kondisi tersebut, Pemda DIY kini fokus pada pengendalian belanja dan pemanfaatan aset agar program prioritas tetap berjalan tanpa menimbulkan risiko fiskal yang lebih besar.

Sekadar informasi, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X turut menemui Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa beberapa waktu lalu.

Dari pertemuan itu diketahui bahwa anggaran transfer ke daerah (TKD) ke DIY dipotong sebesar 30 persen.

Pemotongan itu tidak hanya berlaku bagi DIY, tetapi juga provinsi lain dengan nominal yang bervariasi.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santoso menyebut dana transfer dari pusat untuk DIY tahun 2026 turun sekitar Rp167 miliar.

Penurunan itu otomatis berdampak pada turunnya total APBD DIY tahun depan.

Wiyos menjelaskan, Pemda DIY akan tetap berupaya memenuhi mandatory spending, terutama untuk pendidikan dan kesehatan, meski harus melakukan efisiensi di beberapa sektor.

“Kami akan memilah mana yang menjadi prioritas. Untuk pendidikan tetap diupayakan mencapai 20 persen APBD. Sedangkan pembangunan infrastruktur yang prioritas tetap berjalan, hanya mungkin volumenya berkurang,” terangnya.

Efisiensi, lanjut Wiyos, akan dilakukan terutama pada belanja operasional seperti alat tulis kantor, konsumsi rapat, dan perjalanan dinas. Pemda juga akan melakukan konsolidasi internal agar belanja tetap terkendali. 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved