Cerita Adinindyah Membawa Produk Tenun Tradisional LAWE Mendunia
LAWE lahir untuk mempromosikan warisan budaya berupa tenun tradisional sekaligus memberikan ruang kesempatan bagi para penenun perempuan di Indonesia.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
“Kadang-kadang misalnya mereka bikin selendang panjang gitu, kerapatannya beda. Ujung sana sama ujung sini kerapatannya beda. Kadang ujung sana lebarnya 20 cm, sebelah sini 25 cm. Jadi nggak konsisten,” katanya.
Tim LAWE yang terjun ke lapangan selalu membagikan pengetahuan atas standar-standar kualitas yang harus dipenuhi untuk kebutuhan produk yang akan disebarluaskan di pasar, baik ke tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Awal Berdirinya LAWE
Semua berawal dari kegelisahan Dyah saat masih bekerja di Bogor dan aktif di NGO.
Ia dipercaya untuk terlibat dalam program Non-Timber Forest Product (NTFP) dan berkunjung ke beberapa daerah, termasuk Sumba.
Di sana mereka melakukan pengembangan produk hasil hutan non kayu.
Dyah pun menemukan bahwa tenun termasuk dalam NTFP.
“Selama kita ke daerah gitu, ketemu kelompok-kelompok penenun itu mesti mereka mengeluh. Mereka nggak bisa masarkan, mereka nggak punya (ide) keberlanjutan usahanya itu mau seperti apa,” ucapnya.
Sepulang dari sana, mulai muncul pemikiran untuk membantu kelompok penenun Sumba.
Pada saat itu, para penenun hanya menjualkan produk tenun mereka ketika mereka sedang butuh uang saja.
Seringkali mereka menerapkan prinsip 'asal ada yang beli' dan sembarang menjual produk dengan harga yang terlalu murah.
Dyah lantas membagikan kegelisahan hatinya kepada Ita, seniornya yang juga terlibat dalam program NTFP.
Setelah itu, mereka memutuskan untuk menambah pasukan dan mengajak tiga teman perempuan sesama aktivis sosial dan pecinta tenun yaitu Rina, Ani, dan Mita.
Ketiganya berasal dari tiga daerah yang berbeda yaitu Yogyakarta, Lampung, dan Kalimantan.
Baca juga: Pesona Cantik Kain Tenun Sumba Timur: Memahami Makna Pakaian Adat Perempuan
Selama itu, mereka berkesempatan pergi ke beberapa negara di Asia Tenggara.
Di sana mereka melakukan observasi terhadap produk-produk kerajinan warisan budaya yang telah berhasil menemukan pasarnya dan bernilai jual tinggi.
kerajinan tangan
kain tenun
warisan budaya
Pemberdayaan Perempuan
kisah inspiratif
Bisnis
fashion
Fashion Lokal
| Asa Yayasan Sekar Kawung Memuliakan Budaya, Menjaga Alam, Menguatkan Rakyat |
|
|---|
| Cerita Penjual Roti Hangat Keliling Jogja Bawa Tumpukan Kotak Menjulang Tinggi |
|
|---|
| Kisah Sri Ratna Saktimulya Menyusun Manuskrip Kuno Koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta |
|
|---|
| Kisah Sukses Bagus, Rintis Usaha Tas Kulit Sejak Masih Jadi Sales, Kini Tembus Pasar Internasional |
|
|---|
| Kedai Gong: Ngopi Rempah dan Hidupnya Ruang Diskusi di Tengah Kota Jogja |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Co-Founder-LAWE-Indonesia.jpg)