Simbol Bajak Laut One Piece Dianggap Ancaman, Pakar Hukum: Negara Harus Belajar dari Rakyat
Menurut Gugun, justru kebijakan negara yang kerap kali tidak berpihak kepada rakyatlah yang bisa dianggap sebagai pemecah belah bangsa.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI, bendera bajak laut khas anime Jepang One Piece viral di sejumlah daerah dan ramai diperbincangkan di media sosial.
Fenomena ini memunculkan polemik: antara kekhawatiran akan gerakan sistematis yang memecah belah bangsa dan pembelaan terhadap ekspresi kreatif sebagai bentuk kritik atas sikap negara yang dinilai otoriter.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menilai keberadaan bendera tersebut tidak bisa dianggap sebagai tren biasa.
Ia menyebut pihaknya telah menerima masukan dari lembaga intelijen bahwa simbol-simbol tersebut dapat mengarah pada gerakan yang merongrong persatuan nasional.
“Kita juga mendeteksi dan juga dapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan intelijen, memang ada upaya-upaya namanya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Dasco, Kamis (31/7/2025) dilansir dari laman Kompas.
Ia menambahkan bahwa ada kemungkinan keterlibatan pihak luar dalam upaya pecah belah tersebut.
“Ya, banyak juga ternyata yang tidak ingin bangsa Indonesia maju ke depan. Pada saat ini kita sedang pesat-pesatnya untuk mencapai kemajuan dan tentunya hal ini ada yang suka dan ada yang tidak suka," lanjut Ketua Harian Partai Gerindra itu.
Dasco pun mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh simbol-simbol semacam itu dan tetap menjaga solidaritas nasional.
“Imbauan saya kepada seluruh anak bangsa, mari kita bersatu. Justru kita harus bersama melawan hal-hal yang seperti itu," ujarnya.
Baca juga: Marak Penambangan Ilegal, KPK dan Pemda DIY Sepakat Perketat Perizinan
Namun, pernyataan Dasco justru menuai kritik dari berbagai kalangan.
Gugun El Guyanie, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menilai fenomena pemasangan simbol bajak laut ini mencerminkan respons masyarakat terhadap pemerintah yang tidak aspiratif.
“Kelihatan bahwa respons masyarakat ketika menyambut kemerdekaan, ritual 17-an itu akhirnya menunjukkan bahwa masyarakat punya cara-cara untuk menyampaikan nasionalisme dengan cara lain ketika negara dan pemerintah yang berkuasa itu ternyata tidak responsif terhadap kemauan aspirasi masyarakat,” kata Gugun, Jumat (1/8).
Ia pun turut menyinggung kebijakan pemerintah terkait penyitaan aset yang dianggap tidak produktif, termasuk pemblokiran rekening, yang menurutnya menunjukkan kecenderungan otoriter.
“Di tengah isu seperti ini, pemblokiran terhadap rekening dan aset-aset milik rakyat yang nganggur kemudian negara menyita—itu cenderung sangat kepada otoritarianisme,” tegasnya.
Menurut Gugun, justru kebijakan negara yang kerap kali tidak berpihak kepada rakyatlah yang bisa dianggap sebagai pemecah belah bangsa.
| Pakar Hukum di DIY Sebut Korban Keracunan MBG Bisa Tempuh Jalur Hukum |
|
|---|
| Spesial Kolaborasi Honda BeAT x One Piece Tahilalats Hadir Kembali |
|
|---|
| Kelanjutan Kasus Ferry Irwandi, Menurut UU ITE dan Putusan MK, TNI Tidak Boleh Laporkan Warga Sipil |
|
|---|
| Proses Hukum Affan Kurniawan Harus Transparan, Pakar Hukum UMY: Jangan Berhenti di Sanksi Internal |
|
|---|
| Pakar Hukum UMY: Presiden Harus Tegas Copot Menteri yang Terjerat Korupsi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.