Efek Larangan Study Tour : Jip Merapi Kembalikan Uang Muka Rp700 Juta Hingga Nombok Jika Beroperasi

Mereka terpaksa mengembalikan uang muka pemesanan hingga Rp700 juta karena pembatalan massal dari sekolah-sekolah asal Jawa Barat

|
Ist
Efek Larangan Study Tour : Jip Merapi Kembalikan Uang Muka Rp700 Juta Hingga Nombok Jika Beroperasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Lengangnya jalur lava tour naik mobil jip di lereng Merapi, Sleman, DI Yogyakarta kini bukan semata karena cuaca atau musim liburan yang telah usai. 

Sejak kebijakan larangan study tour diberlakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, denyut ekonomi para pelaku wisata jip di kawasan Kaliurang, Sleman, benar-benar terguncang.

Wisata Jeep Merapi, atau juga dikenal sebagai Lava Tour Merapi, adalah kegiatan wisata petualangan di sekitar Gunung Merapi, Yogyakarta.

Wisata ini mengajak pengunjung untuk menjelajahi bekas area erupsi Gunung Merapi dengan menggunakan mobil jeep.

Pengunjung akan diajak mengunjungi berbagai tempat menarik seperti museum mini sisa hartaku, batu alien, bunker, dan rumah Mbah Maridjan, sambil menikmati pemandangan alam dan sensasi berkendara off-road. 

Dardiri, Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi (AJWLM), menghela napas panjang saat menceritakan nasib rekan-rekannya sesama pengusaha jip.

Tidak tanggung-tanggung, mereka terpaksa mengembalikan uang muka pemesanan hingga Rp700 juta karena pembatalan massal dari sekolah-sekolah asal Jawa Barat.

"Setelah larangan study tour itu keluar, kami benar-benar kehilangan pasar utama. Hampir semua pemesanan dari Jawa Barat, yang biasanya dominan, dibatalkan. Total DP yang kami kembalikan hampir 700 juta rupiah," ujar Dardiri, Rabu (23/7/2025).

Menurutnya, sekolah-sekolah dari Ciamis, Banjar, Bandung, hingga Cirebon selama ini menyumbang sekitar 60 persen dari total kunjungan ke wisata jip Merapi.

Begitu larangan diberlakukan lewat Surat Edaran Gubernur Jabar Nomor 43/PK.03.04/KESRA, pengusaha lokal langsung terdampak.

Bawa Jip ke Basecamp, Pasti Tombok

Pantauan di kawasan Kaliurang menunjukkan perubahan drastis.

Di titik-titik populer seperti Kali Kuning, jip-jip hanya sesekali terlihat melintas.

Di beberapa basecamp, deretan armada terparkir rapi tanpa aktivitas berarti. Pemandu wisata lebih banyak duduk-duduk, membersihkan jip, atau sekadar mengobrol sambil menanti keberuntungan.

"Kalau boleh jujur, sekarang bawa jip ke basecamp itu pasti nombok. Kecuali kalau dapat tamu reguler, itu pun jarang. Kami hanya bisa berharap pada pengunjung yang datang langsung tanpa lewat biro," tutur Dardiri.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved