Puspa, Perempuan Asal Yogya yang Dipekerjakan sebagai Scammer di Kamboja Kini Mulai Ceria

Perempuan asal Kota Yogyakarta ini berjuang keras demi meraih hidup layak. Bekerja di sana-sini. 

Penulis: Tribun Jogja | Editor: ribut raharjo
Dok Humas Pemda DIY
KORBAN TPPO: Puspa (bukan nama sebenarnya), pekerja migran ilegal asal Jogja, berhasil kabur dari tempat kerja penipuan daring (scammer) di Kamboja. Ia dipaksa menipu orang Indonesia dengan target Rp 300 juta per bulan. Jika tak tercapai, ia disiksa, bahkan dipaksa melayani nafsu atasannya. Kini, ia menjalani pemulihan di Dinsos DIY. 

Semua dokumen dijanjikan diurus oleh wanita tersebut. Bahkan Puspa dikirimi tiket dengan tujuan 
Ho Chi Minh. 

Dia kaget karena itu bukan kota di Thailand, melainkan di Vietnam Selatan. Namun Puspa tetap datang dan dari Ho Chi Minh dijemput seseorang untuk dibawa ke Kamboja.


“Di situlah dia kaget ternyata dipekerjakan dengan banyak pria untuk jadi scammer itu,” ungkap Endang. 

Dalam sebuah wawancara dengan Humas Pemda DIY, Puspa mengaku bekerja dalam sistem tim yang terdiri atas CS, resepsionis, dan mentor. Leader akan membagi link ke resepsionis dan CS. 

CS akan mengolah, menawarkan iklan dan segala hal, serta memberikan komisi awal sebesar Rp18.000 atau Rp22.000.

Para korban diarahkan untuk mengunduh aplikasi lalu diminta top up secara bertahap: Rp110 ribu, Rp160–180 ribu, dan seterusnya. Korban dijanjikan bisa menarik dana dengan bimbingan dari admin yang tampak profesional.

Setelah itu, korban masuk ke grup berisi satu korban asli dan empat akun palsu (aktor) yang menggunakan foto polisi, tentara, wanita atau pria menarik. 

Grup dikendalikan mentor untuk membangun kepercayaan. Korban lalu melakukan top up lanjutan sebesar Rp380 ribu hingga jutaan rupiah (1,6–7 juta). Pada tahap akhir, korban diminta top up Rp15–18 juta dan tetap dikenai pajak tambahan Rp7–8 juta.

Ketika korban hendak menarik dana, hanya Rp1 juta yang bisa dicairkan. Jika mencoba menarik Rp10 juta, akan muncul alasan "kesalahan VIP" dan korban diminta membayar tambahan Rp16–18 juta. 

Jika saldo korban besar, misalnya Rp50 juta, maka akan diminta membayar hingga Rp100 juta untuk memperbaiki sistem VIP.

Penipuan ini biasanya dijalankan lewat Telegram dengan metode sangat halus. Nomor yang digunakan pun nomor Indonesia, sehingga sulit dikenali. 

Dalam sebulan, Puspa ditargetkan menipu hingga Rp300 juta. Jika hanya mendapat separuh, ia hanya menerima 50 persen gaji. 

Jika hanya Rp100 juta, ia tidak digaji. Gaji awalnya memang 800 dolar AS (sekitar Rp12 juta), namun harus dipotong denda, dan Puspa tidak tahu pasti berapa yang ia terima.

Puspa juga harus menerima hukuman bila tak memenuhi target. 

Puspa berusaha menghubungi KBRI untuk minta dievakuasi, namun statusnya sebagai PMI ilegal menyulitkannya. Ia ditahan selama satu bulan di imigrasi Kamboja sambil menunggu deportasi. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved