Royalti Musik Berlaku di Kafe

Kafe di Sleman Pilih Sunyi dan Putar Radio Imbas Takut Denda Royalti

Kafe dengan nuansa syahdu di pinggiran sawah di Minggir, Sleman lebih memilih sunyi. Tidak memutar lagu sama sekali.

|
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Pixabay.com
ILUSTRASI - Musik 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kafe atau kedai tempat makan di Kabupaten Sleman mengubah strategi pemutaran musik di tempat usaha mereka untuk menghindari pelanggaran hukum denda soal royalti lagu Indonesia.

Langkah ini imbas dari kasus hukum yang menimpa salah satu restoran Mie di Bali yang tidak membayar royalti atas lagu-lagu yang diputar di ruang komersil. 

Salah satu kedai makan di Banyurejo, Tempel kini mulai selektif dalam memutar lagu.

Penjaga kedai makan, Rizky Fitria, mengatakan pihaknya kini memilih untuk memutar radio dibandingkan memutar lagu-lagu hits Indonesia. Menurut dia, memutar radio dianggap lebih aman. 

"Kalau di radio kan bukan cuma (mendengarkan) lagu, kadang ada berita yang diselipin. Kalau di sini kadang seperti itu," kata Fitria, Senin (4/8/2025). 

Pantauan Tribun Jogja, radio yang diputar di kedai ini relatif lirih hanya untuk area seputar kasir.

Pertimbangan lain mengapa hanya memutar radio, kata Fitria, karena perangkat yang biasa digunakan untuk memutar lagu di tempatnya bekerja dipakai untuk transaksi.

Sehingga jika memutar lagu dari YouTube bakal lebih sering terpotong yang mungkin berimbas ketidaknyamanan pelanggan. 

Karena itu, untuk menemani bekerja di area kasir, ia lebih memilih memutar radio. 

"Menurut saya lebih aman putar radio sih. Kalau dari owner, sebenarnya belum ada arahan untuk tidak memutar lagu di Youtube. Cuma saya kaget (denda royalti) itu. Dampaknya mengerikan sekali," kata dia. 

Baca juga: Khawatir Langgar Hak Cipta, Pemilik Kafe di Yogyakarta Pilih Tak Putar Musik

Kedai lain di wilayah Sendangrejo, Minggir hampir sama.

Kafe dengan nuansa syahdu di pinggiran sawah itu lebih memilih sunyi. Tidak memutar lagu sama sekali.

Pertimbangannya, supaya pengunjung bisa menikmati suasana alam pedesaan dibandingkan mendengarkan lagu-lagu yang belum tentu bisa diterima oleh semua pengunjung. 

"Di sini ada musik, tapi radio bukan Youtube. Kadang disetel, kadang tidak. Jika ramai, banyak pelanggan, justru tidak disetel. Takutnya mengganggu," kata penjaga kedai. 

Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved