Pemkab Sleman Baru Bisa Tangani 22 Persen Sampah, Ini Kendala yang Dihadapi 

TPA Piyungan masih menjadi andalan untuk membuang sisa sampah yang tidak bisa diolah di tingkat lokal

|
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Dok.Humas Pemda DIY
ILUSTRASI - Pengolahan sampah menggunakan teknologi RDF di TPST Tamanmartani Sleman. 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pengelolaan sampah di Kabupaten Sleman masih menjadi tantangan.

Meski telah mengoperasikan dua Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat ternyata baru mampu menangani 22 persen dari 602 ton sampah harian.

Alhasil, TPA Piyungan masih menjadi andalan untuk membuang sisa sampah yang tidak bisa diolah di tingkat lokal

"Kami harus mengakui masih membutuhkan TPA (Piyungan). Tetapi untuk sampah residu. Karena ada (sampah) yang bisa kami olah dan ada yang belum bisa kami olah. Tapi kita tidak berhenti begitu saja, kami akan mengupayakan itu, agar ke depan bisa mengolahnya,"kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, Epiphana Kristiyani, ditutip Kamis (3/7/2025). 

Ia tidak menampik sudah mengajukan permohonan agar diperbolehkan membuang sampah di TPA Piyungan.

Terutama sampah jenis residu yang tidak bisa diolah di TPST Tamanmartani maupun TPST Sendangsari.

Sampah residu misalnya seperti sisa pampers ataupun kasur. Dua jenis sampah tesebut diakui sulit diolah. 

"Coba bayangkan, insinerator kami belum jadi. Kalau ada sampah pampers dewasa bagaimana mengolahnya. Apa saya tegel (tega) pegawai saya ngutek-ngutek kuwi. Makanya yang kami kirim ke sana (TPA Piyungan) adalah residu sampah yang tidak bisa kami olah di TPST," kata Epi. 

"Bukan berarti kami lepas kemudian membuang semua sampah ke sana.Hanya residu yang belum bisa diolah. Karena kami belum punya (alatnya), kami sedang berupaya," imbuh dia. 

Baca juga: Di Sleman Kini Ada Klinik Khusus Tindakan Cuci Darah

Terkait sampah kasur, menurut Epi, ada warga yang membuang.

Jika sampah tersebut diolah di TPST maka berpotensi melilit dan merusak mata pisau pencacah.

Jika itu terjadi maka membutuhkan waktu tiga hari untuk memperbaikinya.

Artinya, selama tiga hari TPST terpaksa berhenti beroperasi mengolah sampah

"Jika selama tiga hari kami berhenti mengolah sampah, ya kami bisa diprotes masyarakat," ujarnya. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo, mengatakan berdasarkan kebijakan Gubernur DIY secara reguler TPA Piyungan sudah ditutup sejak 2024.

Akan tetapi pihaknya tidak lantas langsung menutup semua pembuangan sampah ke sana.

Artinya masih dibuka space yang digunakan untuk kedaruratan. 

"Nah kalau kedaruratan kami ada space dan itu ada mekanismenya, ada SOP-nya. Kepala daerah harus bersurat ke kepada Gubernur atau Pak Sekda untuk bisa menggunakan TPA Piyungan yang kami gunakan untuk masa kedaruratan. Nah sampai sekarang masih. Artinya kami masih ada space untuk kedaruratan, sampai di akhir tahun 2025 hanya memang kapasitas sangat terbatas," katanya. 

Sejauh ini ada tiga Kabupaten/kota yang sudah mengajukan permohonan yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman.

Kuota space kedaruratan yang diberikan totalnya adalah seribu ton/bulan.

Jumlah tersebut dibagi untuk tiga Kabupaten yang mengajukan. 

"Tapi pembagiannya tidak sama, disesuaikan dengan porsinya masing-masing. Tapi (space) kami hanya ada 1000 ton perbulan," ujar dia. (*) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved