Diaspora Keturunan Jawa Masih Lestarikan Penggunaan Bahasa Jawa
Masyarakat Diaspora keturunan Jawa masih terus berupaya melestarikan pemakaian Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Masyarakat Diaspora keturunan Jawa masih terus berupaya melestarikan pemakaian Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun, mereka tidak lagi menjadi warga negara Indonesia (WNI) dan sudah menetap berpuluh tahun bahkan ber-generasi di negeri orang.
Pemandangan unik ini terlihat saat pelaksanaan Kongres Diaspora Internasional, yang diikuti Diaspora dari Suriname, Belanda, hingga Singapura, di Bangsal Sewokoprojo, Kabupaten Gunungkidul, pada Jumat (13/6/2025).
Mereka tampak tidak canggung saat berbincang satu sama lain menggunakan Bahasa Jawa.
Sebagian besar, mereka berbahasa Jawa ngoko atau kasar, tetapi sebagian lainnya juga ada yang masih bisa berbahasa Jawa halus atau krama.
Salah satunya Hank Dipokromo Diaspora keturunan Jawa yang sudah menjadi warga negara Belanda.
Dia mengatakan dalam sehari-hari masih aktif memakai Bahasa Jawa.
"Kalau sehari-hari bertemu dengan keluarga yang dari Jawa di Belanda, masih menggunakan Bahasa Jawa", ujarnya.
Hank sendiri lahir di Suriname, karena kakeknya merupakan salah satu pekerja yang dibawa Belanda ke Suriname pada tahun 1890.
Kakeknya asli Solo, Jawa Tengah.
"Kemudian, ketika berusia 18 tahun saya pindah ke Belanda, di sana banyak menanyakan asal usul saya, saya jawab dari Londo (Belanda)," terangnya.
Namun, saat itu respon orang Belanda tidak mengenakkan, kata Hank, mereka menyebut orang Belanda itu berkulit putih.
"Dari situlah saya sadar. Saya bercermin, iya saya bukan warga Belanda, tetapi saya orang Jawa," ucapnya.
Hank melanjutkan karena hal itulah dirinya yang awalnya tidak pandai bahasa Jawa, mulai belajar kursus bahasa Jawa. Sampai akhirnya dirinya pun lancar.
Meski diakuinya, keluarganya tidak ada yang bisa berbahasa jawa.
Saat dirinya berbahasa Jawa, di rumah dijawab menggunakan bahasa Belanda.
"Anak-anak saya sudah tidak ada yang pandai bahasa Jawa, semua Belanda. Saya bahas Jawa hanya sesama orang Jawa, karena mereka tidak pandai," tuturnya.
Selain masih aktif berbahasa Jawa, Hank mengaku banyak dari mereka juga masih menjalankan adat tradisi khas Jawa.
Mulai dari tarian tradisional, musik, hingga hajatan khas Jawa.
"Di sana (Belanda), masih dijaga tradisi Jawa-nya, Orang Jawa jangan hilang jawanya," ucapnya.
Hal serupa juga dirasakan, Jakiem Asmowidjojo yang lahir di Suriname dan saat ini tinggal di Belanda selama 50 tahun.
Dirinya mengaku senang bisa kembali ke Indonesia terutama di wilayah Jawa.
Kakeknya lahir di Blitar, Jawa Timur, dan tinggal di Suriname. Sudah 15 kali ke Jawa tetapi dirinya belum pernah ketemu keluarga kakeknya di Blitar meski sudah mencoba ditelusurinya.
"Senang bisa kembali ke kampung simbah. Meskipun, belum bisa bertemu dengan keluarga yang di sini," paparnya.
Meskipun begitu, Jakiem mengaku dirinya tetap mempertahankan identitasnya sebagai orang Jawa. Bahkan, anak-anaknya pun diajarkan berbahasa Jawa.
"Walaupun sudah tinggal di sana (Belanda) berpuluh tahun, tapi identitas Jawa tidak boleh hilang," tandasnya. (*)
Pemkab Gunungkidul Terima Bantuan Dana Perpustakaan Rp1,1 Miliar |
![]() |
---|
USD Dampingi KWT Godhong Ijo Terapkan IoT demi Pertanian Digital |
![]() |
---|
Peringatan Hari Tani, Petani Gunungkidul Didorong Berdaya di Tengah Perubahan Iklim |
![]() |
---|
Gunungkidul Siapkan Rp100 Juta untuk Antisipasi Keracunan MBG |
![]() |
---|
Gunungkidul–Sukoharjo dan Gunungkidul–Wonogiri Jadi Fokus Finalisasi Batas DIY – Jawa Tengah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.