Seminggu Bebas dari Penjara, Amir Terakhir JI Ustad Parawijayanto Pastikan Organisasinya Sudah Bubar

Ustad Parawijayanto, amir atau pemimpin terakhir Al Jama'ah Al Islamiyah (JI) memastikan organisasi itu telah bubar sejak setahun lalu.

Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/Setya Krisna Sumargo
BUKU KISAH JI - Amir atau pemimpin terakhir Al Jama'ah Al Islamiyah (JI) Ustad Parawijayanto dan sejumlah narasumber mengupas buku testimonial sejarah JI yang sudah bubar setahun lalu. Bedah buku digelar di kampus Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Gamping, Sleman, Rabu (4/5/2025). 

Tentang Negara Islam, menurutnya, hukum  syarii mensyaratkan minimal dan maksimal. Karena Indonesia memenuhi syarat sebagai negara muslim (Dasar Islam), maka dari itu tidak boleh diperangi.

Ustad Para lantas menceritakan bagaimana para mujahidinnya masuk ISIS, ternyata menemukan isi ISIS berbeda dengan labelnya. Namanya betul, substansinya hilang. 

"Mestinya mewujudkan rasa aman, tapi malah meneror. Kaum muslimin pun diserang dan diperangi," ujar tokoh yang dipandang tak hanya ideologi tapi juga manajer yang baik selama memimpin JI.

Setelah bubar, maka langkah lanjut eks JI menurutnya harus ada terapi, obat untuk menyembuhkan, dan upaya penjelasan terus menerus tentang keputusan bubarnya JI. 

Sebab menurutnya masih ada anggota yang keluar penjara dan kembali ke habitatnya atau circle lamanya yang menolak heteroginitas atau keberagaman di NKRI.

JI secara umum dikenal sebagai elemen jaringan Al Qaeda yang didirikan Osama bin Laden.

Banyak di antara anggota JI di masa lalu digembleng di medan perang Afghanistan.

Di Indonesia sejak tahun 2000an, sebagian anggota dan simpatisan organisasi ini mendalangi dan jadi pelaku bom teror.

Paling fenomenal kasus bom Bali I di sentral turis asing Kuta dan Legian.

JI Indonesia secara historis didirikan duet ustad, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir di Johor Bahru, Malaysia. 

Cikal bakalnya dari gerakan usroh di Solo, Jakarta, dan Bandung, yang banyak dipengaruhi doktrin Dewan Dakwah Islamiyah yang didirikan tokoh Masyumi, M Natsir.

Aktifitas di gerakan radikal yang menantang negara itu membuat Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Basyir diburu aparat keamanan.

Keduanya ditangkap dan kemudian diadili.

Namun kedua tokoh ini kemudian kabur ke Malaysia, menghindari hukuman penjara.

Di negeri jiran itulah Abdullah Sungkar dan Baasyir mengelola madrasah. Sebagian besar muridnya datang dari Indonesia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved