Kebakaran Pabrik Garmen di Ngaglik

MPBI DIY Desak Pemerintah dan Perusahaan Lindungi Buruh Terdampak Kebakaran PT MTG

Potensi terbesar yang harus segera diantisipasi adalah kemungkinan para buruh dirumahkan tanpa kepastian waktu yang jelas.

Tribun Jogja / Ahmad Syarifudin
KEBAKARAN: Situasi pascakebakaran yang terjadi di pabrik Garmen di wilayah Balong, Donoharjo, Ngaglik, Kabupaten Sleman 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kebakaran hebat yang melanda PT Mataram Tunggal Garment (MTG) di Donoharjo, Kapanewon Ngaglik, Sleman pada Rabu (21/5/2025), bukan hanya menimbulkan kerugian material, namun juga berdampak serius terhadap ribuan pekerja yang hingga kini belum mendapatkan kepastian mengenai nasib pekerjaan mereka.

Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan, menyampaikan keprihatinannya terhadap musibah tersebut. Ia berharap perusahaan dapat segera bangkit dan kembali menjalankan operasional.

Namun, menurutnya, potensi terbesar yang harus segera diantisipasi adalah kemungkinan para buruh dirumahkan tanpa kepastian waktu yang jelas.

"Situasi ini sama artinya dengan para pekerja kehilangan sumber penghidupan utama mereka. Akibatnya, kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan anak, kesehatan, hingga tempat tinggal menjadi terancam," ujarnya.

Irsad menyoroti bahwa ketidakpastian status pekerjaan sangat berpengaruh terhadap kondisi mental para buruh.

Dalam jangka panjang, dampaknya bisa memaksa mereka bekerja di sektor informal tanpa perlindungan hukum dan sosial, yang pada akhirnya meningkatkan risiko keterjeratan utang.

"Negara dan perusahaan harus hadir dalam situasi seperti ini. Dari perspektif hak asasi manusia, sudah menjadi kewajiban untuk melindungi buruh dari kerentanan akibat bencana industri," tegasnya.

Baca juga: Pabrik Kebakaran, Ribuan Karyawan Garmen di Sleman Sementara Dirumahkan

Ia menambahkan bahwa para pekerja memiliki hak atas pekerjaan yang layak, perlindungan dari pemutusan hubungan kerja (PHK), serta jaminan sosial jika kehilangan pekerjaan.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya peran aktif pemerintah untuk mengawasi dan memastikan perusahaan tidak melanggar hak-hak normatif pekerja, terutama dalam kondisi darurat seperti ini.

"Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) harus menjamin pekerja tetap memperoleh hak dasar seperti upah dan iuran jaminan sosial, bahkan jika dirumahkan sementara. Jangan sampai ada PHK massal yang disebabkan oleh musibah ini," jelas Irsad.

Beberapa langkah yang direkomendasikan untuk mengatasi krisis ini antara lain dengan mengadakan dialog tripartit yang melibatkan perwakilan buruh, perusahaan, dan pemerintah guna mencari solusi bersama atas permasalahan yang terjadi.

Selain itu, kepastian terhadap pembayaran hak-hak minimum pekerja seperti gaji, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan juga perlu dijamin agar buruh tetap terlindungi secara finansial dan sosial di tengah situasi darurat ini.

Perusahaan pun diharapkan bersikap transparan dalam menyusun dan menyampaikan rencana pemulihan operasional pascakebakaran, sehingga seluruh pihak yang terkait memahami langkah-langkah yang akan diambil ke depan.

Di samping itu, pemerintah perlu hadir dengan memberikan pelatihan kerja serta menyediakan alternatif pekerjaan sementara bagi para buruh terdampak, sebagai bentuk perlindungan dan pemulihan jangka pendek yang konkret.

"Untuk jangka panjang, negara harus memperkuat sistem perlindungan terhadap buruh yang terdampak bencana industri. Ini adalah bagian dari tanggung jawab negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved