Mafia Tanah di Bantul

HASIL INVESTIGASI Kemenkumham DIY: Penerbitan AJB Tanah Mbah Tupon Janggal

Namun, saat tim memverifikasi dokumentasi penandatanganan AJB tanah Mbah Tupon, muncul kejanggalan.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
PENGAWASAN: Petugas dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY bersama Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Kabupaten Bantul melakukan pembinaan dan pengawasan di Kantor Notaris Anhar Rusli, Bantul. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut atas kasus viral dugaan mafia tanah di Bangunjiwo yang melibatkan sertifikat hak milik atas nama Mbah Tupon. 

TRIBUNJOGJA.COM - Dugaan praktik mafia tanah yang mencuat di Bangunjiwo, Bantul, dengan nama Mbah Tupon sebagai pemilik tanah dalam sertifikat hak milik (SHM), mendorong Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daerah Istimewa Yogyakarta memperketat pengawasan terhadap kinerja notaris.

Temuan dalam klarifikasi lapangan mengungkap fakta baru, serta memantik evaluasi serius terhadap prosedur penerbitan akta jual beli oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

Langkah investigatif dilakukan melalui pertemuan klarifikasi yang dipimpin Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Kabupaten Bantul bersama Kanwil Kemenkumham DIY di Kantor Notaris Anhar Rusli.

Pertemuan itu dilatarbelakangi oleh viralnya pemberitaan tentang tanah seluas 1.655 meter persegi yang berpindah tangan tanpa kehadiran pemilik asli, Mbah Tupon, dalam proses penandatanganan akta.

Tim gabungan yang terdiri dari unsur MPDN, perwakilan Kemenkumham DIY, serta notaris setempat, menelusuri kronologi peralihan hak atas tanah tersebut.

Notaris Anhar Rusli dalam keterangannya menyatakan, saat itu ia menerima kedatangan seseorang berinisial “T” yang mengaku sebagai perwakilan pembeli dan membawa dokumen lengkap untuk pembuatan Akta Jual Beli (AJB).

“Dokumen yang dibawa lengkap, termasuk sertifikat asli dan identitas para pihak. Namun, Mbah Tupon tidak hadir dan dikabarkan sakit. Karena alasan itu, penandatanganan AJB dilakukan di rumah penjual dengan pendampingan staf dan dokumentasi berupa foto,” ujar Anhar Rusli.

Lebih lanjut, Anhar menegaskan bahwa dalam kapasitasnya sebagai PPAT, ia hanya menerbitkan AJB berdasarkan dokumen formal yang tersedia dan tidak mengetahui riwayat tanah tersebut, termasuk pemecahan sertifikat yang sebelumnya dilakukan.

Ia juga menekankan bahwa pembayaran dilakukan melalui transfer bank, bukan secara tunai.

Namun, saat tim memverifikasi dokumentasi penandatanganan AJB tanah Mbah Tupon, muncul kejanggalan. 

Tim mencatat adanya celah dalam verifikasi identitas dan kondisi penjual yang absen dalam proses utama transaksi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kasus ini dinilai bukan lagi menjadi ranah MPDN, tetapi perlu ditindaklanjuti di tingkat Majelis Pengawas dan Pembina Daerah (MPPD) untuk pendalaman lebih lanjut.

Meski demikian, sejumlah rekomendasi disampaikan kepada notaris bersangkutan.

Rekomendasi tersebut mencakup peningkatan kehati-hatian dalam verifikasi identitas penghadap, pelaporan berkala melalui sistem informasi SIEMON, dan pelaporan dokumen wasiat ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).

Kepala Kanwil Kemenkumham DIY, Agung Rektono Seto, menegaskan bahwa kasus ini menjadi pengingat bagi para notaris untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved