Penghapusan Kuota Impor
Ekonom UGM: Impor Dibiarkan Tanpa Kendali, Industri Dalam Negeri Bisa Tergerus
Kalau impor dibiarkan tanpa kendali, industri dalam negeri bisa tergerus. Tekstil sudah merasakannya. Idealnya ada pemetaan
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), I Wayan Nuka Lantara, menyoroti kebijakan pemerintah yang tetiba meminta aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih fleksibel dan penghapusan kuota impor.
Ia menilai, pemerintah dalam membuat kebijakan ekonomi cenderung bersifat reaktif dan sporadis tanpa perencanaan jangka panjang yang jelas.
Menurutnya, hal ini menciptakan ketidakpastian yang berdampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.
“Kita ini terlalu sering membuat kebijakan yang reaktif. Seperti perubahan pada aturan TKDN, itu baru diubah ketika ada keluhan. Tidak ada roadmap yang jelas,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).
Wayan menekankan pentingnya kepastian hukum dan kebijakan yang berkelanjutan untuk menarik investor, mengingat investasi bersifat jangka panjang.
Ia mengatakan bahwa sikap responsif pemerintah saat ini, tanpa dasar kebijakan yang matang dan terstruktur, belum cukup mampu meningkatkan daya saing Indonesia di mata investor global.
Wayan juga merujuk pada Indeks Ease of Doing Business, di mana posisi Indonesia tidak menunjukkan perbaikan signifikan.
“Kebijakan yang tidak konsisten membuat pelaku usaha bingung. Ganti pemerintah, bisa ganti aturan. Jangankan investasi, pendidikan saja bisa berubah,” katanya.
Masalah implementasi kebijakan turut menjadi sorotan. Perbedaan antara pernyataan publik dengan pelaksanaan di lapangan memperbesar tingkat ketidakpastian.
“Ini semua membuat saya tidak optimistis. Banyak kebijakan yang sifatnya populis, reaktif, bukan solusi jangka panjang. Investor butuh kejelasan, minimal lima tahun ke depan, hitam di atas putih,” lanjut dia.
Terkait kebijakan impor dan TKDN, ia menilai Indonesia perlu belajar dari negara seperti Korea Selatan yang lebih dulu fokus pada peningkatan kualitas produk hingga menguasai pasar domestik.
“Samsung itu bisa mendunia karena kualitasnya. Bukan sekadar dibantu karena buatan dalam negeri. Konsumen sekarang realistis, mereka bayar karena mau kualitas,” tegasnya.
Ia juga menyinggung potensi dampak negatif dari kebijakan impor yang terlalu bebas tanpa pemetaan yang matang.
“Kalau impor dibiarkan tanpa kendali, industri dalam negeri bisa tergerus. Tekstil sudah merasakannya. Idealnya ada pemetaan, mana yang bisa diolah di sini dan memberikan nilai tambah, mana yang memang perlu didatangkan dari luar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wayan mengingatkan bahwa pada akhirnya, modal akan selalu mencari tempat dengan kombinasi profit tinggi dan kepastian yang kuat.
“Uang itu simpel. Di mana profitnya tinggi dan tingkat kepastiannya aman, di situlah dia akan pergi,” pungkasnya. (Ard)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.