Mengenal Waste Station di Gramedia Sudirman, Setor Sampah Anorganik Dapat Imbalan
Program ini juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan cara yang praktis dan menguntungkan.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pernah terpikir kalau sampah anorganik yang menumpuk di rumah bisa ditukar dengan Rupiah?
Di Gramedia Sudirman Yogyakarta, kini ada waste station, kolaborasi Rekosistem, Danone-AQUA, Kompas Gramedia dan Gerakan Wisata Bersih Kementerian Pariwisata (Kemenpar), tempat di mana kamu bisa menyetor sampah anorganik dan mendapat apresiasi berupa poin yang bisa ditukar menjadi Rupiah.
Tak hanya membantu mengurangi limbah, program ini juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan cara yang praktis dan menguntungkan.
Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, berharap keberadaan waste station dapat mendorong masyarakat untuk lebih sadar dalam memilah sampah rumah tangga.
Sampah anorganik, seperti botol plastik dan minyak jelantah, kini bisa disetorkan ke fasilitas ini, sehingga tidak berakhir sebagai limbah yang mencemari lingkungan.
Diketahui, sebelumnya, pengelolaan sampah di DI Yogyakarta masih mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan dengan menggunakan metode open dumping.
Metode itu adalah cara pembuangan sampah dengan menimbunnya secara terbuka di suatu lahan tanpa pengelolaan yang memadai.
Sampah dibiarkan menumpuk tanpa pemisahan atau perlakuan khusus, sehingga dapat mencemari tanah, air, dan udara.
TPA Piyungan pun sudah tutup per 1 Mei 2024 lalu lantaran volume sampah yang dikelola melebihi kapasitas.
Maka, sampah dari daerah Yogyakarta, Sleman dan Bantul tidak bisa lagi dibuang di daerah tersebut.
“Kita sempat terbuai dengan situasi itu. Dengan ditutupnya TPA Piyungan itu, pembuangan sampah dengan pola open dumping sudah tidak ada lagi, sehingga inilah saatnya bertindak (untuk mulai memilah sampah),” beber Aman dalam agenda peresmian waste station, Jumat (21/3/2025).
Disebutnya, Kota Yogyakarta memiliki 689 bank sampah yang diprediksi mampu mereduksi 20 persen dari total potensi sampah.
Nantinya, Rekosistem akan menjadi off taker atau penampung sampah terpilah dari Bank Sampah Induk Kota Yogyakarta itu.
Aman menegaskan, memilah sampah menjadi hal yang wajib dilakukan warga Kota Yogyakarta.
Ia menjelaskan, pemerintah perlu mengeluarkan anggaran lebih banyak untuk mengelola sampah dengan teknologi saat ini, ketimbang saat masih menggunakan metode open dumping.
“Per satu ton biayanya itu Rp78 ribu. Jadi, saat sampah dibuang, per satu ton, pemerintah harus mengeluarkan anggaran sebesar itu. Ketika menggunakan teknologi, anggaran yang harus kami keluarkan sebesar Rp480 ribu ton. Padahal, anggaran itu bisa digunakan untuk pertumbuhan ekonomi,” tukasnya.
Tukar dengan Poin
CEO dan Co-Founder Rekosistem, Ernest C. Layman menjelaskan, inisiatif tersebut sengaja dilakukan di Yogyakarta karena kota ini dikenal sebagai kota budaya dan kota pelajar yang selalu terbuka terhadap inovasi.
Melalui program daur ulang yang diinisiasi oleh Rekosistem dan Danone-AQUA, masyarakat yang memilah, mengemas, dan menyetorkan sampah bisa mendapatkan imbalan poin 800-6000 per kilogram.
Poin itu bisa ditukar dengan perbandingan satu banding satu menjadi Rupiah, sebesar Rp800-6000 per kilogram.
Khusus untuk sampah botol AQUA, Danone-AQUA memberikan poin hingga 1.200 atau Rp1.200 per kilogram bagi kemasan besar.
“Ketika kita melakukan inovasi, tidak ada kota yang lebih tepat dari Yogyakarta,” ujarnya.
Ernest menilai, program ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Ia menyoroti Gerakan Wisata Bersih (GWB) yang dicanangkan Kementerian Pariwisata pada 23 Januari 2025 lalu sebagai bukti bahwa pemerintah memiliki visi yang sama dalam mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik.
“Dengan adanya program ini, masyarakat tidak hanya berkontribusi dalam mengurangi timbunan sampah, tetapi juga mendapatkan manfaat ekonomi dari limbah yang sebelumnya dianggap tidak bernilai,” jelas dia.
Tempat Wisata Harus Bersih
Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Ade Palguna Ruteka mengatakan destinasi wisata yang bersih menjadi kunci utama dalam menarik pengunjung.
DI Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak menjadi jujugan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Jika lingkungan kotor, wisatawan pun enggan menghabiskan uang di tempat tersebut.
Hal ini terlihat dari situasi di Bali, di mana volume sampah yang meningkat berdampak pada penurunan jumlah wisatawan.
“Orang yang berkunjung kan mau spending, kalau jorok, malas (mau menghabiskan uang). Ini dibuktikan di Bali kemarin, sampah begitu banyak, turis turun. Itu terasa oleh Bali sendiri,” ujar Ade kepada wartawan.
Salah satu contoh nyata terjadi di Pantai Kuta, di mana puluhan ton sampah menumpuk.
Sampah tersebut bukan berasal dari kiriman Pulau Jawa, melainkan bagian dari siklus tahunan yang harus diantisipasi.
Dengan lahan yang terbatas, upaya pembersihan di Kuta pun dilakukan melalui kolaborasi antar-kementerian.
“Persoalan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga individu. Kita harus peduli dengan sampah sendiri,” tutupnya. (*)
Dari Limbah Jadi Listrik, Pemda DIY Bersiap Kelola Sampah dengan Teknologi Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Transisi Pengelolaan Sampah, Penumpukan Terjadi di Sejumlah Depo di Kota Yogyakarta |
![]() |
---|
Pemkot Yogyakarta Terus Berupaya Tekan Volume 70 Ton Sampah Per Hari |
![]() |
---|
Minimalisir Volume Sampah Menuju UPS, Pemkot Yogyakarta Kebut Upaya Pemilahan di Depo |
![]() |
---|
Anggaran Pengelolaan Sampah di Kota Yogyakarta Menipis, Legislatif: Buka Kran Investasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.