Majelis Pekerja Buruh DIY Serukan Perlindungan Pekerja Lepas dan Kontrak, THR sebagai Hak Dasar

Irsad menekankan bahwa Tunjangan Hari Raya bukanlah sekadar bonus atau bentuk apresiasi, melainkan hak dasar yang harus diterima oleh seluruh pekerja

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
MPBI DIY saat menyerukan pentingnya perlindungan terhadap pekerja Gig Economy. 

TRIBUNJOGJA.COM - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersama dengan berbagai organisasi dan paguyuban pengemudi ojek online (ojol) se-DIY mengadakan buka bersama.

Acara itu sekaligus untuk memperingati pentingnya pengakuan hak-hak pekerja gig economy, khususnya dalam hal Tunjangan Hari Raya (THR). Untuk diketahui, pekerja gig economy berarti pekerja lepas atau sementara, dalam kontrak, dan bukan dalam posisi permanen di sebuah perusahaan.

Dalam acara tersebut, MPBI DIY menyampaikan seruan penting terkait perlindungan bagi pekerja gig economy yang semakin berkembang seiring dengan pesatnya platform digital.

Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, menegaskan bahwa meskipun platform digital memberikan peluang kerja baru, tantangan terkait perlindungan tenaga kerja serta persaingan yang tidak adil harus dihadapi.

Pekerja gig economy sering kali terjebak dalam status yang ambigu antara pekerja formal dan informal.

Mereka tidak memiliki hubungan kerja yang jelas dengan platform digital tempat mereka bekerja, sehingga hak-hak dasar seperti THR sering kali diabaikan oleh pengusaha atau perusahaan penyedia platform.

Irsad menekankan bahwa Tunjangan Hari Raya bukanlah sekadar bonus atau bentuk apresiasi, melainkan hak dasar yang harus diterima oleh seluruh pekerja, termasuk mereka yang bekerja dalam sektor gig economy. 

"THR seharusnya dipandang sebagai bentuk penghormatan terhadap martabat pekerja dan perlindungan sosial yang layak," ujar Irsad. 

Oleh karena itu, MPBI DIY mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk mengakui pekerja gig economy sebagai bagian dari tenaga kerja yang berhak mendapatkan perlindungan sosial, termasuk THR.

Kritik Terhadap Kebijakan Bonus Hari Raya (BHR)

Pemerintah sebelumnya mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menaker No. M/3/HK.04.00/III/2025 yang berisi imbauan pemberian Bonus Hari Raya (BHR) kepada pengemudi ojek online (ojol) dan kurir online. 

Namun, MPBI DIY mengkritisi kebijakan tersebut karena beberapa alasan. Di antaranya, besaran BHR yang hanya 20 persen dari pendapatan rata-rata setahun tidak setara dengan THR yang dijamin dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 dan Permenaker No. 6 Tahun 2016 untuk sektor formal yang memberikan THR sebesar satu bulan gaji.

Selain itu, sifat BHR yang hanya berupa imbauan, bukan kewajiban yang mengikat, membuat kebijakan ini tidak memiliki kepastian kelanjutan.

BHR juga dinilai tidak adil karena hanya diberikan kepada ojol dan kurir online, sementara pekerja gig lainnya seperti desainer grafis dan freelancer digital tidak mendapatkan hak serupa.

Yang lebih memprihatinkan, tidak ada sanksi bagi perusahaan platform yang tidak memberikan BHR.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved