Pengamat Ekonomi Energi UGM Sebut Sub Pangkalan Tak Jamin Subsidi LPG 3 Kg Tepat Sasaran
Pengecer membutuhkan biaya operasional sehingga wajar jika harganya jauh lebih tinggi dibanding pangkalan.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi sepakat dengan kebijakan pengecer menjadi sub pangkalan.
Namun tidak semua pengecer bisa memenuhi syarat untuk menjadi sub pangkalan.
Hal itu karena kemampuan pengecer yang beragam.
“Ada pengecer yang hanya menjual 10 tabung, paling banyak 20 tabung. Padahal untuk sub pangkalan harus kulakan dalam jumlah besar dan harus dibayar cash saat barang datang,” katanya, Kamis (06/02/2025)
“Sehingga saya nggak yakin (pengecer) punya modal untuk itu (kulakan LPG 3 Kg dalam jumlah besar). Untuk menjadi sub pangkalan itu tidak bisa semuanya (pengecer),” sambungnya.
Menurut dia, adanya sub pangkalan dapat mengendalikan harga LPG 3 kg.
Sebab sub pangkalan adalah kepanjangan tangan dari pangkalan, dan harganya telah disesuaikan.
Baca juga: Hiswana Migas DIY Pastikan Distribusi LPG 3 Kg Terjaga Normal, Stok Mencukupi
Ia menilai harga yang ditentukan oleh pengecer saat ini karena pengecer membeli dari pangkalan.
Pengecer membutuhkan biaya operasional sehingga wajar jika harganya jauh lebih tinggi dibanding pangkalan.
“Jadi sub pangkalan itu seperti SPBU, harga BBM di SPBU itu kan sama semua, dengan margin yang ditetapkan. Tetapi kalau pengecer membeli di pangkalan dengan HET, kemudian dijual kembali, pengecer butuh biaya untuk transportasi dan margin. Wajar kalau harganya di atas pangkalan,” lanjutnya.
Meski harga LPG 3 Kg relatif bisa dikendalikan, namun keberadaan sub pangkalan tidak menjamin subsidi bisa tepat sasaran.
Hal itu karena sistem distribusi LPG 3 Kg masih terbuka. Artinya semua orang masih bisa membeli LPG 3 Kg.
Meskipun saat membeli LPG 3 Kg diwajibkan menunjukkan KTP, namun tidak menjamin subsidi diterima oleh masyarakat yang berhak.
Pasalnya, KTP tidak menunjukkan informasi apapun.
“Membeli dengan KTP juga nggak efektif, karena KTP tidak menunjukkan apapun, tidak ada informasi orang miskin atau bukan. Selama distribusi masih terbuka, masih salah sasaran,” terangnya.
“Mestinya, sistem distribusinya tertutup. Dari by product menjadi by target. Ditentukan siapa yang berhak, itu yang boleh beli LPG 3 Kg. Tanpa itu (sistem distribusi tertutup) nggak efektif (tidak tepat sasaran). Melarang pengecer menjual LPG 3 Kg juga nggak efektif,” pungkasnya. (*)
Kisah Ruru, Mahasiswa asal Zimbabwe Pilih Kuliah S2 Biologi di Kampus UGM Yogyakarta |
![]() |
---|
UGM Jadi Runner Up Genera-Z Berbakti, Implementasikan Keilmuan di Desa Wisata Binaan BCA |
![]() |
---|
UGM Buka Suara tentang Pejabat Kampus yang Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Biji Kakao Fiktif |
![]() |
---|
Pernyataan Tegas Paku Alam X, Pemda DIY Dukung UGM Koordinasikan Program Afirmasi Pendidikan |
![]() |
---|
Apa Kata Dosen Hukum UGM Soal Pemberian Amnesti dan Abolisi Terdakwa Korupsi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.