Pakar UGM Soroti Kelalaian Teknis Pembangunan dalam Insiden Ambruknya Musala Ponpes di Sidoarjo

Dari hasil pengamatannya, Ashar menduga musala yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain. 

Dok.Istimewa
AMBRUK - Musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo yang ambruk beberapa waktu lalu 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dosen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir. Ashar Saputra, S.T., M.T., Ph.D., menilai ambruknya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, bukan semata musibah, melainkan konsekuensi dari kelalaian terhadap prosedur teknis bangunan. 

Ia menegaskan, banyak lembaga pendidikan dan pesantren di Indonesia mendirikan bangunan tanpa melalui proses perizinan dan pemeriksaan struktur sesuai standar keselamatan.

“Sayangnya, banyak lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang mendirikan bangunan tanpa melewati tahapan ini,” ujar Ashar.

Tragedi ambruknya musala di pesantren tersebut terjadi pada Senin (19/9/2025) sore sekitar pukul 15.00 WIB.

Sedikitnya 67 orang dilaporkan meninggal dunia dan 104 orang lainnya selamat.

Tim SAR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga kini masih melakukan proses evakuasi terhadap korban yang tertimpa reruntuhan.

Ashar menjelaskan, secara normatif, pembangunan fasilitas publik, termasuk pesantren, wajib mematuhi ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung.

Dalam aturan itu diatur proses Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang mencakup tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi fungsi bangunan.

“Untuk memastikan kinerja itu tercapai, terdapat sejumlah tahapan yang harus dipenuhi, termasuk proses perizinan melalui PBG,” kata Ashar.

Menurut dia, ketika prosedur tersebut dilewati, maka tidak ada pihak yang memeriksa kelayakan struktur dan kekuatan bangunan. Akibatnya, kualitas bangunan jauh dari standar keselamatan yang semestinya.

“Ketika proses ini dilewati, tidak ada yang memeriksa struktur dan kekuatan bangunan sesuai ketentuan. Akibatnya, kinerja bangunan bisa jauh dari standar keselamatan,” ujarnya.

Dari hasil pengamatannya, Ashar menduga musala yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain. 

Kondisi tersebut, menurut dia, sangat berisiko karena struktur bangunan belum stabil sepenuhnya.

“Kemungkinan besar bangunan musala yang runtuh masih berada dalam proses konstruksi dan sudah digunakan untuk aktivitas lain. Ini sangat berisiko karena struktur bangunan belum sepenuhnya stabil. Saya menduga proses pengecoran belum sempurna, padahal bangunan masih membutuhkan penopang,” kata Ashar.

Selain itu, ia menilai kemungkinan adanya penambahan lantai tanpa perhitungan ulang struktur juga bisa memperburuk kondisi bangunan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved