Presidential Threshold Dihapus

PROFIL dan BIODATA 4 Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang Gugat Presidential Threshold ke MK

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang gugat presidential threshold ke MK: Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Tsalis K. Fatna

|
DOK. syariah.uin-suka.ac.id
Sidang Pengujian Materiil Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rabu 13 November 2024 di Gedung MK, Jakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold, Kamis (2/1/2025).

Dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com, hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan putusan tentang penghapusan ketentuan presidentian threshold, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). 
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan putusan tentang penghapusan ketentuan presidentian threshold, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).  (DOK. mkri.id)

Sebagai informasi, pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik. 

Baca juga: Perjalanan Panjang Presidential Threshold Hingga Dihapus

Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi : 

"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."

Alasan MK Hapus Presidential Threshold

Dikutip dari Kompas.com, salah satu alasan MK mengabulkan permintaan pemohon untuk menghapus presidential threshold adalah ambang batas pencalonan presiden dinilai membatasi pilihan rakyat untuk memilih calon pemimpin. 

Penerapan presidential threshold dinilai membatasi warga yang hendak mencalonkan diri, tidak semua warga negara bisa mencalonkan diri jika ambang batas pencalonan presiden diterapkan.

"Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

MK juga menilai, presidential threshold berpotensi melahirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Menurut Saldi Isra, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon bisa membelah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan mengancam kebhinekaan Indonesia. 

MK menilai, mempertahankan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden berpeluang menghalangi rakyat mendapat calon presiden dan wakil presiden yang benar-benar diinginkan. 

“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” kata Saldi. 

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga gugat penghapusan presidential threshold ke MK

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengajukan penghapusan ambang batas presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK), Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengajukan penghapusan ambang batas presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK), Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna. (DOK. ilmuhukum.uin-suka.ac.id)

Gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 dibuat oleh empat orang pemohon, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Keempat pemohon tersebut merupakan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved