Kasus Jual Beli Bayi di Jogja
Praktik Jual Beli Bayi di Yogyakarta, Transaksi Mulai Rp55-Rp85 Juta per Bayi
Jual beli bayi di Yogyakarta.dua bidan yang terlibat penjualan bayi sejak 2010 silam dengan total korban 66 bayi yang sudah diperdagangkan hingga 2024
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Iwan Al Khasni
Dua perempuan berinisial JE (44) dan DM (77) tertunduk lesu saat dihadirkan pada jumpa pers kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di lobi Mapolda Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka adalah bidan yang terlibat penjualan bayi sejak 2010 silam dengan total korban 66 bayi yang sudah diperdagangkan hingga 2024.

DARI para keterangan para tersangka, mereka sudah melakukan penjualan ataupun berkegiatan sejak tahun 2010.
Bagaimana keduanya menjalankan aksinya?
Kedua tersangka berpura-pura ingin mengadopsi bayi dari salah satu pasangan yang tidak menginginkan bayi.
Proses adopsi itu pun tidak sah secara prosedural serta tanpa dilengkapi dokumen administrasi sesuai peraturan.
Mereka yang merelakan bayinya diambil para tersangka mayoritas merupakan pasangan diluar nikah.
Seusai mendapat bayi yang diinginkan, para tersangka lantas menjual bayi yang sudah diadopsi tersebut ke sejumlah orang dari berbagai daerah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan fakta puluhan bayi dijual oleh dua tersangka.
Data itu didapatkan dari buku catatan transaksi milik tersangka.
"Berdasarkan hasil sementara pemeriksaan dari penyidik kami, diketahui dari kegiatan kedua tersangka tersebut, telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombespol FX Endriadi.
Rinciannya bayi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 dan bayi perempuan 36.
Serta dua bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, bayi-bayi itu dijual dengan harga puluhan juta.
Endri mengungkapkan harga bayi bervariatif tergantung jenis kelamin.
"Data terakhir yang disepakati untuk bayi perempuan mulai Rp55 juta dan bayi laki-laki mencapai Rp85 juta," katanya.

Pada 2024 ini para tersangka telah melakukan beberapa kali transaksi TPPO anak.
Di antaranya pada September menjual anak laki-laki di Bandung dan Desember ini menjual anak perempuan di Yogyakarta.
Para tersangka ini pernah menjadi residivis di tahun 2020 dan telah divonis selama 10 bulan di Lapas Wirogunan.
"Kami masih melakukan proses pemeriksaan pendalaman terhadap perkara ini," ujar Dirreskrimu.
Atas kasus ini, para tersangka disangkakan Pasal 83 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F Perlindungan Anak.
Dengan hukuman paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.
Awal Mula Kasus Terbongkar
Berdasarkan keterangan dari polisi, kasus ini terbongkar setelah adanya laporan dugaan TPPO di satu rumah bersalin daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
TKP di daerah Tegalrejo, di satu tempat praktik dokter dan kecantikan.
Kabid Humas Polda DIY Kombes Nugroho Arianto, dalam keterangannya menambahkan tersangka DM adalah pemilik dari rumah bersalin tersebut.
Sementara JE merupakan pekerja atau pegawai dari rumah bersalin yang dikelola oleh tersangka DM.
Para tersangka meminta sejumlah uang kepada pasangan yang akan mengadopsi bayi dengan alasan sebagai biaya persalinan.
"Modusnya untuk biaya persalinan untuk bayi perempuan kisaran Rp55 juta hingga Rp 65 juta dan bayi laki-laki Rp 65 juta hingga Rp 85 juta," ungkapnya.
Berdasarkan dokumen serah terima di rumah bersalin tersebut diketahui bayi itu dijual kepada pihak di berbagai daerah.
"Dalam dan luar Kota Yogyakarta termasuk ke berbagai daerah seperti Papua, NTT, Bali, Surabaya dan lain-lain," terang Nugroho.
Bidan Tanpa Izin
Pemkot Yogya mengungkapkan dua bidan yang menjadi tersangka dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Tegalrejo tidak mengantongi izin praktik.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogya, Emma Rahmi Aryani, mengungkapkan, bahwa keduanya dipastikan tidak mengantongi izin untuk menjalankan praktik kebidanan.
"Bidan inisial DM dan JE saat ini tidak memiliki SIP (Surat Izin Praktik) sebagai bidan, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk praktik kebidanan," tandasnya, Jumat (13/12/24).
Kadinkes menyampaikan, dalam SIP yang diterbitkan, terdapat klausa terkait kewajiban mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan standar profesi.
"Adapun pelanggaran perundang-undangan, penyelidikan dan penyidikan (terkait kasus TPPO), menjadi kewenangan aparat penegak hukum," pungkasnya.
Aturan Adopsi
Kehamilan tak diinginkan tampaknya menjadi penyebab praktik perdagangan bayi marak terjadi dikalangan masyarakat.
Setidaknya fakta ini baru saja terungkap seusai penyidik Ditreskrimum Polda DIY meringkus dua bidan yang menjadi tersangka Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Hasil penyidikan kepolisian mengungkap, bayi yang diperdagangkan itu mayoritas hasil hubungan gelap.
Bayi tersebut diadopsi tersangka tanpa legalitas yang sah dan menabrak sejumlah aturan yang ditetapkan.
Setelah mendapatkan bayi yang diinginkan, tersangka lantas menjual kepada pasangan yang menginginkan anak.
Jika merujuk pada aturan sah pemerintah, proses adopsi anak harus menempuh regulasi yang cukup panjang.
Hal ini disampaikan Pekerja Sosial Dinsos Kota Yogyakarta, Muhammad Isnan Prasetyo disela-sela jumpa pers, kasus TPPO di Mapolda DIY, Kamis (12/12/2024).
Dia mengatakan proses adopsi anak memiliki sederet aturan yang harus ditaati.
Isnan tidak memungkiri adopsi anak masih menjadi perhatian banyak masyarakat.
Dahulu proses adopsi sering kali dilakukan tanpa izin resmi tapi saat ini sudah ada ketentuan yang mengatur adopsi.
Aturan tentang adopsi itu tertuang dalam Undang-undang Perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 serta turunan PP nomor 50 tahun 2007 dan Permensos nomor 110 tahun 2009 terkait Persyaratan Pengangkatan Anak.
"Pengangkatan anak ini sangat seksi kepada masyarakat karena banyak yang melaporkan dan mendaftarkan di kami. Kalau dulu belum ada izin, saat ini sudah ada ketentuannya maka harus diproses secara legal," katanya.
Menurutnya proses adopsi dapat dimulai dengan konsultasi di Dinas Sosial baik di Kabupaten atau Kota setempat.
Setelah itu masyarakat dapat melanjutkan dengan memenuhi persyaratan sesuai prosedur yang ditetapkan.
Sementara adopsi melalui kelembagaan harus diproses melalui Dinas Sosial Provinsi DIY.
Prosesnya pun menurut Isnan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait.
"Kami gratis tidak dipungut biaya, bisa terbuka, transparansi dan kami melibatkan beberapa pihak dari tokoh masyarakat, tokoh wilayah, dan beberapa stakeholder dari dinas dukcapil," terang dia.
Dalam proses adopsi sesuai Permensos Nomor 110 Tahun 2009 pemerintah juga tidak menghilangkan nasab anak. (Tribunjogja.com/hda/aka)
Bagaimana Praktik Jual Beli Bayi di Yogyakarta Bisa Berjalan? Begini Alurnya |
![]() |
---|
FAKTA-FAKTA Kasus Jual Beli Bayi di Klinik Tegalrejo Jogja Sejak 2010, Tersangka Pernah Dipenjara |
![]() |
---|
Dua Bidan di Balik Sindikat Perdagangan 66 Bayi di Jogja, Bidik Pasangan Hamil Di Luar Nikah |
![]() |
---|
Kasus TPPO 2 Bidan, September Jual Bayi Laki-laki ke Bandung, Desember Jual Bayi Perempuan di Yogya |
![]() |
---|
Bidan dan Pegawai Klinik di Yogya yang Jual 66 Bayi Ternyata Residivis, Pernah Dihukum 10 Bulan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.