Mengatasi Kemiskinan di DIY, Kolaborasi Strategis antara Pemerintah dan Legislatif
pemerintah dan legislatif DIY berkolaborasi untuk menemukan solusi penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Meskipun Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal sebagai provinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua di Indonesia, angka kemiskinan di wilayah ini masih menyisakan pekerjaan rumah besar.
Dalam acara Ngobrol Parlemen yang baru saja digelar, pemerintah dan legislatif DIY berkolaborasi untuk menemukan solusi penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif.
Bertajuk Penanggulangan Kemiskinan Kolaborasi Pemerintah dan Legislatif untuk Kesejahteraan DIY, diskusi ini menyatukan perspektif untuk mencari cara agar program-program yang ada dapat benar-benar mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara nyata.
Sekretaris Komisi D DPRD DIY, Muhammad Syafi’i, S.Psi membuka diskusi dengan membahas beberapa produk hukum yang telah dihasilkan oleh DPRD DIY untuk mendukung penanggulangan kemiskinan.
Salah satu regulasi penting adalah Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (CSR), yang bertujuan untuk mendorong kontribusi perusahaan dalam pengentasan kemiskinan.
Selain itu, ada juga Perda Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Kemiskinan di DIY, yang menegaskan komitmen legislatif untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah kemiskinan.
Menurut Syafi’i, meskipun DIY sering disebut sebagai provinsi dengan angka kemiskinan tinggi, provinsi ini memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua setelah DKI Jakarta.
Fenomena ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara angka kemiskinan dan kualitas hidup di DIY, yang menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana pemerintah daerah bersama legislatif mengatasi permasalahan tersebut.
"Target kami adalah menurunkan angka kemiskinan hingga 0,66 persen dalam 20 tahun ke depan. Untuk mencapai itu, kami terus mendorong pemerintah daerah untuk memanfaatkan regulasi yang ada dengan sebaik-baiknya," ujar Syafi’i.
Baca juga: 29 Persen Jalan di DIY Kurang Mantap, Komisi C DPRD DIY Desak Perbaikan
Sementara itu, Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda DIY, Andreas Bayu Nugroho, ST, M.PA. juga memberikan pandangan tentang pentingnya perbedaan antara data makro dan mikro dalam mengukur kemiskinan.
Data makro, menurutnya, mencatat angka kemiskinan sebesar 10,83 persen di DIY, yang diperoleh dari perhitungan pengeluaran masyarakat oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun, di balik angka ini, ada faktor-faktor lain yang memengaruhi kemiskinan, seperti pola makan masyarakat yang bisa berbeda dari standar nasional.
"Angka kemiskinan yang ada sebenarnya bisa lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada cara kita melihatnya. Misalnya, di DIY, angka kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran, bukan hanya kecukupan kalori. Hal ini karena banyak masyarakat yang terbiasa makan hanya satu atau dua kali sehari," jelas Andreas.
Selain data makro, penting juga memperhatikan data mikro, yang merinci kondisi kemiskinan pada level individu atau rumah tangga.
Dengan data ini, program penanggulangan kemiskinan dapat lebih tepat sasaran.
Alokasi Danais DIY Disebut Hanya Rp500 Miliar pada 2026, DPRD DIY Desak Pusat Tinjau Ulang |
![]() |
---|
Meski UMR Rendah DIY Bukan Termiskin, Tapi Angka Kemiskinan Jogja Masih Bikin Geleng Kepala |
![]() |
---|
Dukung Masyarakat Tangguh, Eko Suwanto Serahkan Alat Penanggulangan Bencana |
![]() |
---|
Dukung Masyarakat Tangguh, Eko Suwanto Serahkan Bantuan Alat Penanggulangan Bencana |
![]() |
---|
Respons Temuan KPK, Ketua Fraksi Gerindra DPRD DIY Desak Penertiban Tambang Ilegal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.