Mengatasi Kemiskinan di DIY, Kolaborasi Strategis antara Pemerintah dan Legislatif

pemerintah dan legislatif DIY berkolaborasi untuk menemukan solusi penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM/ Ist
Podcast Ngobrol Parlemen bersama Sekretaris Komisi D DPRD DIY, Muhammad Syafi’i, S.Psi. dan Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda DIY, Andreas Bayu Nugroho, ST, M.PA. 

Andreas menambahkan bahwa ada tiga strategi utama dalam mengurangi kemiskinan, yakni menurunkan beban pengeluaran masyarakat miskin melalui program jaminan sosial atau subsidi, meningkatkan pendapatan masyarakat miskin melalui pelatihan, bantuan modal usaha, dan program lainnya serta meminimalkan kantong kemiskinan dengan fokus pada wilayah tertentu yang memiliki angka kemiskinan tinggi.

Kabupaten Kulon Progo menjadi daerah dengan angka kemiskinan terbesar di DIY.

Dalam hal ini, garis kemiskinan di DIY ditetapkan sebesar Rp604.000 per orang per bulan.

Hal ini menjadikan DIY memiliki garis kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Pulau Jawa, sehingga seseorang yang tidak dianggap miskin di daerah lain, bisa jadi tercatat sebagai miskin di DIY.

Kendati demikian, Andreas mengakui tantangan dalam pengumpulan data kemiskinan.

Salah satunya adalah kesulitan dalam mengukur pendapatan masyarakat yang seringkali tidak tercatat atau tidak dilaporkan secara akurat.

Untuk itu, pengeluaran dianggap sebagai indikator yang lebih efektif untuk menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat.

Syafi’i juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam penanggulangan kemiskinan.

Selain pemerintah dan legislatif, sektor swasta, organisasi masyarakat, dan perguruan tinggi diharapkan dapat berperan aktif.

"Kami berharap perguruan tinggi lebih terlibat, memberikan ide dan gagasan untuk memecahkan masalah kemiskinan. Peran mereka sudah diatur dalam perda, namun implementasinya masih perlu ditingkatkan," ujarnya.

Anggaran menjadi tantangan besar, terutama menjelang tahun 2025, yang diprediksi akan menjadi masa penuh tantangan.

Syafi’i mengingatkan bahwa anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan masih sangat terbatas.

"Kami di Komisi D akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan anggaran yang ada, terutama untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat," ujarnya.

Keterbatasan anggaran ini menuntut adanya pendekatan berbasis kolaborasi, di mana kontribusi dari badan usaha, lembaga filantropi, hingga zakat, infak, dan sedekah dari masyarakat

Muslim diharapkan dapat mengisi celah-celah pendanaan untuk program penanggulangan kemiskinan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved