Liputan Khusus
Kisah Guru Honorer Mengabdi Hanya Dengan Gaji Rp700 Ribu
Gaji Rp700 per bulan yang diterimanya saat ini membuatnya harus mencari pekerjaan tambahan demi mencukupi kebutuhan hidup
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Presiden RI Prabowo Subianto berencana memberikan tambahan gaji bagi guru hingga Rp2 juta. Pemberian tambahan gaji tersebut dilakukan berdasarkan sejumlah ketentuan, yang hingga kini masih dibahas.
Ayu, seorang guru honorer TK swasta di daerah Banguntapan, Bantul menyambut baik kabar tersebut.
Pasalnya, gaji Rp700 per bulan yang diterimanya saat ini membuatnya harus mencari pekerjaan tambahan demi mencukupi kebutuhan hidup.
Namun, Ayu tak sepenuhnya merasa lega karena merasa belum memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan kenaikan tersebut.
Ia baru tiga tahun mengajar di sekolah, sementara banyak guru honorer lain yang telah mengajar lebih lama, bahkan hingga 8-10 tahun.
Tapi tetap saja, gaji yang ia terima tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari meskipun sudah berstatus sebagai pengajar tetap.
"Gaji saya Rp700.000, jelas itu sangat minim. Bahkan untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup," ungkap Ayu, tempo hari.
Baca juga: Gaji Tak Kunjung Sentuh UMP, Guru Honorer di Yogyakarta Menaruh Harap pada Presiden
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Ayu terpaksa mencari pekerjaan sampingan, yakni mengajar les privat untuk anak-anak SMP.
"Saya mengajar les privat seminggu tiga kali. Itu membantu menambah penghasilan meskipun tidak setiap hari," jelasnya.
"Harapan saya, semoga pemerintah yang baru bisa memperhatikan nasib guru honorer. Kami sangat memerlukan perhatian, karena gaji kami jauh di bawah UMR. Semoga ada kebijakan yang mendukung kesejahteraan guru honorer agar bisa lebih baik," tuturnya.
Wajib hemat
Sementara itu, Ardian yang hampir 3 tahun menekuni profesi sebagai guru honorer di sekolah swasta di Yogyakarta masih berjuang dengan pendapatan yang belum layak. Bahkan, tidak sampai menembus Upah Minimum Provinsi (UMP) Yogyakarta di kisaran Rp2,1 juta.
"Kalau patokannya UMP, ya masih cukup jauh. Sudah hampir tiga tahun ini saya jadi guru honorer, tapi gajinya cuma segitu," urai Ardian, Selasa (5/11).
"Guru swasta masih belum sampai UMP. Mungkin, kalau yang negeri ada beberapa, atau semua sekolah, itu sudah di atas UMP," tambahnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ardian harus berhemat. Ia tidak menampik, fenomena itu menjadi tantangan tersendiri yang lumrah dilakukan guru honorer di Yogyakarta, terutama yang sudah berkeluarga.
"Kalau kondisinya sudah berkeluarga, dengan pendapatan sekarang yang seperti ini, ya harus kuat-kuat, ikat pinggang kencang-kencang lah," jelasnya.
Ardian menggantungkan harapan pada Presiden Prabowo, yang menggembar-gemborkan wacana peningkatan gaji guru. Ia berharap, kesejahteraan bisa benar-benar merata dirasakan seluruh guru, termasuk honorer, baik di sekolah negeri maupun swasta.
"Kalau bisa, guru swasta (dijadikan) PPPK juga tidak apa-apa, malah bagus. Tapi, kalaupun nggak bisa, ya setidaknya ada upaya lain," ungkapnya.
"Setidaknya ada pendapatan layak yang diberikan. Kalau gaji nggak bisa naik, ya mungkin bisa diberikan insentif untuk guru honorer," lanjut Ardian.
Rubi, mantan guru honorer di Yogyakarta yang kini sudah menyandang status PPPK, merasakan betul jurang kesenjangan tersebut. Ia tidak memungkiri, untuk menjadi PPPK, guru harus berjuang ekstra keras, lantaran persaingan yang cenderung sengit di proses seleksi.
"Ya karena persaingannya memang seketat itu, pernah merasakan pahitnya nggak lolos juga," jelasnya.
Ia menyebut, kehidupannya bersama keluarga perlahan semakin membaik sejak diterima sebagai guru PPPK beberapa tahun lalu. Hanya saja, Rubi tidak melupakan masa-masa berat menekuni profesi guru honorer selama lebih dari empat tahun, yang membuatnya nyaris putus asa.
"Sempat berpikir, apa kerja yang lain saja ya, karena memang gajinya nggak cukup buat hidup. Semoga ini jadi perhatian pemerintah," jelasnya.
Ikhlas
Di Kulon Progo, salah satu tenaga pengajar jenjang SMP berinisial B menyebut bahwa guru honorer merupakan rekan sesama pengajar yang layak mendapatkan tambahan gaji. Ia menilai, perjuangan mereka sudah sangat luar biasa.
B sendiri sudah 20 tahun mengabdi sebagai guru. Meski begitu, ia mengawali kariernya sebagai guru berstatus kontrak. "Baru tahun 2008 saya menjadi guru ASN (Aparatur Sipil Negara) lewat pengangkatan," ujarnya.
B mengaku gajinya saat ini memang sudah lebih dari Rp2 juta karena masa kerjanya yang lama. Namun diperlukan waktu cukup lama untuk bisa mencapai nominal tersebut. Menurutnya, kenaikan gaji guru hanya di kisaran 5 persen dalam jangka waktu 5 tahun.
Artinya, kenaikannya terbilang rendah, tak sebanding dengan nilai kebutuhan pokok yang terus meningkat. "Apalagi bagi guru honorer, yang sebulan hanya mendapat Rp200 ribu sampai Rp300 ribu, bahkan ada yang hanya Rp150 ribu," jelas B.
Padahal B mengatakan tugas guru tak hanya saat berada di sekolah. Sebab saat selesai mengajar, para guru harus mempersiapkan materi hingga berbagai peralatan yang dibutuhkan untuk mengajar keesokan harinya.
Belum lagi jika berhadapan dengan masalah-masalah yang dialami para pelajar. Seperti mereka mereka yang membolos bahkan memutuskan berhenti sekolah karena berbagai alasan, salah satunya karena ekonomi.
Sebagai guru, B mengatakan dirinya tidak hanya mengandalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki, tapi hati nurani. Khususnya saat berhadapan dengan para pelajar. "Harus diingat yang dihadapi guru itu manusia, bukan barang," katanya.
Ia berharap dedikasi dan inovasi guru bisa jadi pertimbangan dalam memberikan tambahan gaji. "Saya sangat ikhlas jika rekan-rekan guru honorer mendapatkan gaji tambahan sampai Rp2 juta seperti yang direncanakan pemerintah," kata B.
Sumber motivasi
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo, Nur Wahyudi pun menyambut baik rencana tersebut. "Senang tentunya karena kalau benar-benar direalisasikan akan memotivasi para guru, termasuk honorer," jelas Nur, Senin (4/11).
Menurut data, ada sekitar 5.328 guru yang terdiri dari guru berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara) dan non-ASN seperti honorer. Mereka mengajar dari jenjang Kelompok Bermain (KB) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Nur menilai dengan adanya tambahan gaji akan semakin memotivasi guru dalam mengajar. Alhasil mutu dan kualitas pembelajaran juga bisa lebih baik. "Apalagi para guru juga harus menghadapi sejumlah tantangan selama mengajar," ujarnya.
Tantangan tersebut seperti kondisi geografis hingga sosial ekonomi pelajar di sekolah. Menurut Nur, tantangan yang dihadapi guru bisa berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lain karena pertimbangan kondisi tersebut.
Selama ini, Disdikpora Kulon Progo mengupayakan berbagai cara untuk memotivasi para guru. Seperti memberikan berbagai tunjangan hingga mengikutsertakan mereka dalam kegiatan pelatihan untuk menguatkan kompetensi para guru," kata Nur.
Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kulon Progo, Sudarmanto mengatakan ada perbedaan skema pengupahan pada guru ASN dan non-ASN. Skema pengupahan pun sudah diatur dalam regulasi.
Adapun guru ASN menerima upah yang telah disesuaikan dengan golongan dan masa kerja. Sedangkan guru non-ASN seperti honorer menerima upah berbentuk honorarium yang disesuaikan dengan kemampuan daerah.
"Guru ASN juga menerima TPG (Tunjangan Profesi Guru) sepanjang sudah memiliki sertifikat profesi guru," jelas Sudarmanto. (han/aka/alx)
Kenikan PPN Membebani Keluarga Berupah Rendah |
![]() |
---|
Pedagang Takut Pelanggan Kabur, Khawatir Kenaikan PPN Picu Lonjakan Harga Bahan Pokok |
![]() |
---|
Kesejahteraan Guru Honorer yang Memprihatinkan |
![]() |
---|
Tiga Agenda Utama Pengendalian Miras Ilegal di Yogyakarta |
![]() |
---|
Miras Marak Dijual di Media Sosial, Transaksi Semudah Jentikan Jari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.