Masih Tersisa 80 Hektare Kawasan Kumuh di Kota Yogya, Ini Langkah Pemkot Yogya

Penataan kawasan kumuh masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemkot Yogyakarta yang harus segera ditangani.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM / Nanda Sagita Ginting
Suasana kampung bantaran Kali Code, kota Yogyakarta, pada Jumat (28/08/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penataan kawasan kumuh masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemkot Yogyakarta yang harus segera ditangani.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Yogya No 158 Tahun 2021 tentang Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, ada 114,72 hektare kawasan kumuh di Kota Pelajar.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta, Umi Akhsanti, mengatakan, seiring dengan program-program yang diterapkannya, sisa kawasan kumuh di Kota Yogya pun semakin menipis.

Ia menyebut, saat ini, tinggal tersisa sekitar 80,94 hektare kawasan kumuh, yang sebagian besar berada di sekitaran bantaran sungai, atau pinggir kali.

"Sampai akhir 2023 lalu, kami menangani 33,78 hektare kawasan, atau sekitar 29,45 persen dari total luasan kumuh yang ditetapkan. Jadi, sisa kawasan kumuh masih 80,94 hektare," jelasnya.

Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, menandaskan, Pemkot mempunyai deretan program terkait penanganan kawasan kumuh.

Baca juga: Kasus Pengeroyokan dan Penusukan di Kota Yogya, Korban : Tidak Sempat Melawan

Mulai dari Mundur Munggah Madhep Kali (M3K) dan juga kolaborasi yang melibatkan Kota, Kampung, Kampus, Korporasi dan Komunitas (5K).

"Penanganan dalam penataan kawasan permukiman, terutama kawasan kumuh ini, implementasinya luar biasa, karena urusan penataan di lingkungan bukan sekadar masalah teknis, tapi lebih dari itu. Ada masalah psikologis, sosial dan budaya yang perlu diperhatikan," tandasnya.

Dijelaskan, dalam mengembangkan konsep penataan wilayah kumuh, khususnya di bantaran sungai, pendekatan yang digunakan dirancang agar lebih komunikatif dan mudah dipahami oleh berbagai pemangku kepentingan.

Dengan konsep M3K, ungkap Sugeng, meskipun sederhana, memerlukan upaya yang kompleks untuk penerapannya di lapangan. 

"Penataan kawasan pinggir kali, yang sering melibatkan lahan Sultan Ground, perlu sinergi antara masyarakat, pemerintah dan sektor terkait, untuk mewujudkan kawasan yang tertata," urainya. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved