Analisis Pakar Geomorfologi UGM soal Temuan Stalagmit dan Stalaktit di Bukit Karst JJLS Gunungkidul

Guru Besar bidang Ilmu Geomorfologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Eko Haryono menjelaskan mengapa di kawasan karst bisa terbentuk gua

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Fenomena alam bebatuan stalagmit dan stalaktit ditemukan di lahan perbukitan karst yang menjadi lokasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Kalurahan Planjan, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Fenomena alam bebatuan stalagmit dan stalaktit ditemukan di lahan perbukitan karst yang menjadi  lokasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Kalurahan Planjan, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul.

Penemuan bantuan inipun sontak menarik perhatian masyarakat sekitar.

Bahkan, video amatir berdurasi 10 detik viral di media maya memperlihatkan bebatuan tersebut.

Seorang warga Wajiran (60) mengatakan, batuan stalagmit dan stalaktit pertama kali diketahui oleh pekerja proyek JJLS, ketika akan  mengeruk dinding bantuan karst menggunakan ekskavator, sekira pukul 21.30 WIB, pada Selasa (15/10/2024).

Setelah dikeruk, ternyata dinding karst tersebut membentuk sebuah gua dan setelah dimasuki terdapat susunan batu staglamit dan stalaktit 

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar bidang Ilmu Geomorfologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Eko Haryono menjelaskan mengapa di kawasan karst bisa terbentuk gua.

Eko juga merupakan akademisi yang dihubungi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul untuk mengkaji penemuan tersebut.

“Intinya begini, di semua kawasan karst dimanapun, selalu ditandai oleh keberadaan gua dan gua itu tadi belum semua diketahui karena letaknya di bawah tanah,” kata Eko kepada Tribun Jogja, Kamis (17/10/2024).

Baca juga: Viral, Batuan Stalagmit dan Stalaktit Ditemukan di Lahan Proyek Pembangunan JJLS Gunungkidul 

Gua terjadi karena adanya proses pelarutan batu gamping yang kemudan membentuk lorong-lorong gua.

Menurut Eko, gua itu bisa saja saling berhubungan, meski ada juga yang tidak berhubungan, tergantung dengan proses pembentukannya.

Biasanya, kalau gua itu membentuk jaringan, maka ada sungai permukaan yang masuk ke bawah tanah kemudian membentuk gua yang saling terkoneksi.

“Namun, ada juga gua yang terbentuk di muka air tanah atau sebutannya adalah gua freatik. Gua itu terisolasi dengan yang lain dan mulut gua acapkali muncul di permukaan,” jelas Eko.

Dijelaskan dia, mulut gua yang muncul ke permukaan itu bisa terjadi secara alami maupun proses kerja manusia.

“Bisa mengalami pengikisan melalui larutan atau melalui proses erosi dan proses fisik yang lain. Gua jadi terpotong dan membentuk mulut gua. Mulut gua bisa terlihat karena ada proses pemotongan alami, misalnya ada di daerah tebing, gunung, atau juga karena ada aktivitas manusia seperti pembuatan jalan ini,” ungkapnya.

Penampakan gua tempat ditemukannya batuan stalagmit dan Stalaktit yang sudah ditutup, pada Rabu (16/10/2024)
Penampakan gua tempat ditemukannya batuan stalagmit dan Stalaktit yang sudah ditutup, pada Rabu (16/10/2024) (Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting)
Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved