Guru Besar dan Pakar Hukum UII Bedah Buku Hasil Eksaminasi Kasus Tipikor Mardani Maming

Mereka merupakan ahli hukum pidana,  perdata, kriminologi, hukum administrasi negara, hingga viktimologi.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Para peserta bedah buku eksaminasi perkara Mardani Maming menyimak pembicara dari pakar hukum UII, Sabtu (5/10/2024) 

"Itu untuk menjadi pertimbangan di luar dari upaya hukum terdakwa," katanya. 

Sementara Prof Romli Atmasasmita, mengatakan terdapat kekeliruan dan kekhilafan majelis hakim saat mengadili terdakwa Mardani Maming.

"Pertama ya, dari pendapat para ahli tadi satu, jelas ada kekeliruan, ada kekhilafan," ujarnya, kepada awak media.

Sedangkan secara pribadi Prof Romli menyimpulkan terdapat delapan kekeliruan yang ia catat.

Ia menilai kasus Mardani Maming sudah keluar dari ranah hukum melainkan ada kepentingan politis.

"Soal moral, kan, tidak boleh dzolim. Jadi saya berpikir, berpendapat silakan nanti sampai ke MA, saya katakan ini sudah di luar konteks hukum, karena memang dibuat seolah-olah ada hukum padahal tidak ada. Karena kalau hukum harus ada diterima saya memberi, yang memberi meninggal dunia," ujarnya.

Terduga pemberi suap tersebut berdasarkan laporan dari KPK yakni Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)

"Sementara Kalau yang memberi meninggal dunia berarti tidak ada kasus. Karena susahnya membuktikan itu dia lari ke Pasal 12B kan supaya gampang, ini kan namanya tidak betul. Kalau yang benar, begitu lihat memang susah hentikan penyidikan, SP3," tegas Prof Romli.

Selain itu, sejumlah kesimpulan eksaminasi di antaranya dakwaan ataupun tuntutan terhadap terdakwa tampak terlalu dipaksakan karena fakta yang terungkap dalam persidangan tidak dilandasi bukti yang cukup bahwa terdakwa Mardani H Maming secara nyata penerimaan-penerimaan uang yang disangkakan kepada Terpidana ternyata adalah tagihan-tagihan perusahaan yang di dasari atas perjanjian kerjasama sebagaimana putusan pengadilan Niaga yang telah inkrach.

"Kemudian dakwaan yang dibangun adalah Pasal Suap, namun si pemberi suap tidak pernah diperiksa baik tingkat penyidikan sampai persidangan (karena meninggal)," terang dia.

Selanjutnya menurut para ahli hukum UII SK Bupati No. 296/2011 tidak melanggar pasal 93 UU Minerba.

Pembayaran PT ATU dan PT PCN kepada PT TSP dan PT PAR disebutkan semata-mata murni hubungan bisnis. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved