Pemkot Yogyakarta Melarang Keras Aktivitas Perploncoan Selama MPLS

Pemkot Yogyakarta pun secara tegas melarang pihak sekolah untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada perploncoan dan perundungan

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Pemkot Yogyakarta
Rangkaian kegiatan MPLS di SMP Negeri 9 Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kegiatan belajar mengajar di Kota Yogyakarta untuk tahun ajaran 2024/2025 mulai digulirkan, yang diawali dengan rangkaian Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Pemkot Yogyakarta pun secara tegas melarang pihak sekolah untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada perploncoan dan perundungan selama MPLS.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, mengatakan bahwa pihaknya sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) No 400.3/5941 tentang awal tahun pelajaran 2024/2025.

Dalam SE itu, salah satunya mengatur kegiatan MPLS yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Permendikbud No 18 Tahun 2016 tentang pengenalan lingkungan sekolah. 

"Dilarang melakukan kegiatan yang menjurus kepada perploncoan, intimidasi, perundungan atau bullying. Baik fisik maupun psikis dan kekerasan terhadap peserta didik baru," katanya, Selasa (16/7/2024).

Menurutnya, MPLS digelar dalam rangka pengenalan peserta didik baru dengan lingkungan sekolahnya, sehingga muatan dari kegiatannya pun harus relevan dengan dunia pendidikan.

Sesuai dengan aturan dalam SE yang diterbitkannya, kepala sekolah diminta supaya mengendalikan MPLS dan mencegah terjadinya kekerasan. 

"MPLS dilarang dilaksanakan di luar waktu pembelajaran, misalnya sampai malam atau dini hari. Materi bisa berupa pendidikan antikorupsi, pendidikan karakter dan etika berlalulintas," ujarnya.

Baca juga: Disdikpora DIY Tegaskan MPLS di DIY Harus Bebas dari Atribut Aneh dan Barang Tak Bermanfaat

Budi menjelaskan, MPLS dilarang mewajibkan siswa baru memakai atribut seperti tas karung, pakaian sampai deretan aksesori di kepala dan alas kaki yang tidak wajar. 

Termasuk, papan nama yang berbentuk rumit dan menyulitkan dalam pembuatannya, serta berisi konten-konten tidak bermanfaat. 

Selain itu, dilarang memberikan tugas kepada siswa baru, untuk membawa suatu produk barang yang sulit didapatkan, serta dibarengi ancaman hukuman yang tak mendidik. 

Ia pun menegaskan, MPLS harus dilakukan oleh guru, serta dilarang melibatkan siswa kakak kelas, atau alumni, sebagai penyelenggara. 

"Makanya, Kepala Sekolah harus mengendalikan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan MPLS. Untuk pengawasan, staf kami melakukan monitoring ke sekolah-sekolah," cetusnya.

Kepala SMP Negeri 9 Yogyakarta, Sugiharjo, menyampaikan sebelum masa MPLS, sekolah sudah mengundang seluruh orangtua dan siswa, untuk menyosialisasikan kegiatan.

Adapun materi MPLS yang disampaikan antara lain, terkait visi misi sekolah, kurikulum, program-program sekolah, serta adat dan budaya sekolah. 

"Semua kegiatan yang mengisi adalah bapak ibu guru dan dari luar (narasumber). OSIS hanya mendampingi dan memberikan motivasi kepada anak-anak," ungkapnya.

"Di akhir MPLS, kami rencana mengajak anak-anak berputar mengelilingi sekitar lingkungan sekolah, untuk mengenalkan wilayah SMP 9," imbuh Sugiharjo. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved