Rektor UGM Temui Mahasiswa yang Kemah di Kampus, Sebut Tak Ada Uang Pangkal

Mahasiswa mendesak Rektor UGM dan jajarannya ikut bersama dalam gerakan mahasiswa memprotes pengadaan uang pangkal tersebut.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
Mahasiswa UGM berkemah di kampus sejak Senin (27/5/2024) hingga Jumat (31/5/2024) untuk memprotes kebijakan kenaikan UKT dan pengadaan IPI. Foto diambil Jumat (31/5/2024) sekitar pukul 11.00 WIB 

Tuntutan lain, Gayuh meminta agar UGM juga bersuara mendorong pemerintah menaikkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pendidikan tinggi menjadi sebesar 30 persen.

Di hadapan mahasiswa, Ova mengatakan, apa yang disampaikan Gayuh dan kawan-kawan sejalan dengan visi misi dari UGM.

“Kalau yang disebut dengan uang pangkal, ini jadi salah pemahaman. UGM ingin melaksanakan suatu proses pendidikan dengan berkeadilan. Mahasiswa yang kaya, silakan berikan subsidi, yang miskin, tidak mampu, harus kita tolong. Itu adalah misi kita bersama,” tutur Ova.

Baca juga: Kenaikan UKT 2024 Akhirnya Dibatalkan, Begini Repson Kampus dan Mahasiswa

Maka dari itu, Ova meluruskan misinterpretasi terkait uang pangkal.

Di UGM, kata dia, tidak ada uang pangkal yang dikenakan ke mahasiswa.

“Namanya itu adalah Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU), itu hanya untuk mahasiswa yang mendapatkan UKT paling atas. UKT paling atas adalah untuk mereka yang mampu. Jadi, SSPU itu bukan untuk semua orang, kita harus adil,” terang dia.

Ova menambahkan, pihaknya sangat selektif terkait siapa yang menerima SSPU. Selama ini, menurutnya, UGM tidak mengenakan SSPU untuk mahasiswa tak mampu.

Dia pun meminta kepada mahasiswa untuk ikut mengoreksi jika ada mahasiswa tidak mampu yang menerima SPPU.

Ova turut menegaskan, UGM kini telah menggunakan aturan lama terkait UKT setelah Permendikbud No 2 Tahun 2024 yang berisi soal kenaikan UKT dibatalkan.

“Kita sudah menggunakan aturan lama. Aturan lama, SPPU hanya untuk UKT tertinggi. Bedakan dengan Permendikbud yang bakal digunakan untuk semua kelas,” terangnya.

Ova turut menyinggung terkait APBN Pendidikan sebesar 30 persen.

Menurutnya, pihak kampus berkomitmen untuk terus menyuarakan kenaikan APBN di bidang pendidikan.

“APBN 30 persen itu memang hal yang sering kita suarakan. Bukan hanya di level kementerian, tapi juga ke negara. Memang, biaya pendidikan terbagi tidak hanya di Kementerian Pendidikan. Saya kira, itu adalah keputusan high-level yang bagus untuk disuarakan,” tukasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved