Dosen FEB UGM Ungkap Alasan CHT Perlu Dinaikkan

Kenaikan cukai rokok merupakan salah satu instrumen pengendalian konsumsi produk tembakau yang bisa digunakan oleh pemerintah. 

TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Gumilang Aryo Sahadewo, menyebut pemerintah perlu menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Menurut dia, kenaikan cukai rokok merupakan salah satu instrumen pengendalian konsumsi produk tembakau yang bisa digunakan oleh pemerintah. 

Dengan demikian, prevalensi perokok aktif di Indonesia bisa ditekan.

Apalagi Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara dan dunia. 

“Pengendalian tersebut juga penting untuk menurunkan biaya ekonomi yang ditanggung akibat merokok, yang berdasarkan studi oleh CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives), mencapai Rp410,8 triliun,” katanya, Rabu (17/09/2025).

“Pengendalian tembakau juga penting untuk rumah tangga yang kurang mampu, karena proporsi pengeluaran untuk rokok adalah nomor dua setelah pengeluaran untuk beras, melebihi proporsi pengeluaran untuk nutrisi, pendidikan, dan kesehatan,” sambungnya.

Ia menilai kenaikan cukai rokok secara berkelanjutan adalah kebijakan yang efektif untuk mengurangi prevalensi perokok aktif.

Kenaikan cukai rokok otomatis akan mendorong kenaikan harga rokok pula. Praktis berpotensi menurunkan konsumsi rokok.

Di samping kenaikan cukai dan harga rokok, pemerintah juga perlu mempertimbangkan kembali penyederhanaan struktur cukai rokok di Indonesia. 

Penyederhanaan struktur penting untuk mengurangi perilaku beralih ke merk rokok yang lebih murah, seperti rokok yang tergolong sigaret kretek tangan dengan cukai dan harga jual eceran (HJE) yang lebih rendah.

“Perubahan perilaku konsumen ke rokok yang lebih murah berpotensi berpengaruh negatif terhadap penerimaan cukai pemerintah karena tarif cukai yang lebih rendah,” terangnya.

Berdasarkan studi Bank Dunia tahun 2017, kenaikan cukai dengan dengan rerata 12 persen dan harga dengan rerata 5 persen diperkirakan menurunkan pekerjaan SKT sebesar 0,22 persen.

Estimasi kehilangan pendapatan berdasarkan hasil kajian sekitar Rp14,3 miliar atau 0,1 persen dari potensi kenaikan penerimaan cukai.

Untuk itu, ia mendorong pemerintah agar memanfaatkan kenaikan penerimaan cukai untuk menyediakan program perlindungan sosial bagi pekerja terdampak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved