Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan dan Menkes Soal Penghapusan Sistem Kelas jadi KRIS

pemerintah mengganti sistem kelas perawatan dalam BPJS Kesehatan yang sebelumnya kelas 1,2 dan 3 menjadi sistem kelas rawat inap standar (KRIS)

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
bpjs-kesehatan.go.id
Kartu BPJS Kesehatan 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi resmi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam Perpres tersebut, pemerintah mengganti sistem kelas perawatan dalam BPJS Kesehatan yang sebelumnya kelas 1,2 dan 3 menjadi sistem kelas rawat inap standar (KRIS).

Aturan itu akan diberlakukan secara nasional paling lambat 30 Juni 2025 mendatang.

Sementara saat ini pemerintah mulai menerapkan ujicoba aturan baru tersebut di 10 rumah sakit di Indonesia, termasuk salah satunya di RSUP Sardjito Yogyakarta.

Terus bagaimana tanggapa Dirut BPJS Kesehatan terkait perubahan sistem kelas menjadi KRIS tersebut?

Dikutip dari Kompas.com, Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut implementasi Perpres tersebut tidak menghilangkan jenjang perawatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Betul ada kelas standar, ada kelas 2, kelas 1, ada kelas VIP, tetapi ini sekali lagi masalah non-medis," kata Ghufron saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/5/2024).

Menurut Gufron, implementasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024 ini adalah menyeragamkan kelas rawat inap.

Baca juga: Pemerintah Hapus Kebijakan Perawatan Kelas 1,2 dan 3 BPJS Kesehatan, Ini Penggantinya

Pemerintah menetapkan 12 kriteria dalam penyeragaman kelas rawat inap ini.

Kriteria itu meliputi komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur nakas per tempat tidur, temperatur ruangan, ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin anak atau dewasa serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

Kemudian kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, tirat/partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas, dan outlet oksigen.

"Perawatan ada kelas rawat inap standar dengan 12 kiteria untuk peserta BPJS maka sebagaimana sumpah dokter tidak boleh dibedakan pemberian pelayan medis atas dasar suku, agama atau status sosial atau beda iurannya," ujarnya.

Lebih lanjut, Ghufron mengatakan, dalam aturan baru tersebut juga disebutkan bahwa peserta JKN diperbolehkan untuk meningkatkan layanan perawatan selama dalam situasi nonmedis.

Adapun Pasal 51 Ayat 1 dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 disebutkan bahwa peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayarakibat peningkatan pelayanan.

Kemudian dalam Pasal 51 Ayat 2 disebutkan bahwa selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan pelayanan dapat dibayar oleh peserta yang bersangkutan, pemberi kerja, dan asuransi kesehatan tambahan.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved