Berita Kesehatan

TIPS Pahami Gejala DBD pada Anak, Jangan Sepelekan Anak Rewel

Memahami gejalanya dengan tepat dapat membantu orangtua bertindak cepat dan tepat agar virus itu tidak terus menjangkiti si kecil.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Shutterstock
Ilustrasi DBD 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) bisa disebut sebagai pengalaman yang menakutkan.

Apalagi, jika DBD itu menyerang anak dan membuat panik orang tua.

DBD atau Dengue Haemoragic Fever (DHF) penyakit yang paling banyak menyerang anak-anak.

Merujuk data Kementerian Kesehatan, terdapat hampir 16 ribu kasus demam berdarah di Indonesia dalam dua bulan terakhir di 2022 dan diikuti lonjakan yang tinggi di periode yang sama pada tahun 2023. Kasus akan meningkat ketika musim hujan tiba. 

Maka, memahami gejalanya dengan tepat dapat membantu orangtua bertindak cepat dan tepat agar virus itu tidak terus menjangkiti si kecil.

Berikut tips memahami gejala DBD pada anak yang dipaparkan oleh Dokter Spesialis Anak Konsultan RSUP Dr. Sardjito, Diagnostic Team Leader World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, dr. Eggi Arguni, M.Sc., Ph.D., Sp.A(K), Minggu (7/4/2024):

1. Pahami bahwa gejala DBD bisa saja asimtomatik

Dari laporan terkait DBD per 1 Maret 2024, ada 124 kematian di 213 kabupaten atau kota di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Eggi mengatakan bahwa jumlah orang yang terinfeksi dapat lebih besar dari pelaporan yang tercatat.

Hal ini disebabkan karena banyak orang yang asimtomatik atau mereka yang sudah terkena virus tetapi tidak menunjukkan gejala apapun.

Biasanya, mereka hanya mengalami demam yang ringan dan memilih untuk meminum obat penurun panas saja tanpa ada pikiran bahwa dirinya terkena virus demam berdarah.

Menurut Eggi, orang tua harus menjadi garda terdepan untuk melakukan upaya preventif supaya anak yang terkena virus demam berdarah segera dapat tertangani dan tidak menjadi berat.

2. Curigai ada virus dengue ketika anak demam tinggi

Berbeda dengan kasus asimtomatik, apabila anak simtomatik maka, gejala terjangkit virus dengue bakal terlihat secara nyata.

Orang tua perlu mencurigai anak terjangkit DBD ketika anak mengalami demam tinggi yang tak kunjung turun.

“Pada anak yang symptomatic atau menunjukkan gejala, kita harus mencurigai virus dengue terutama ketika terdapat demam tinggi yang mendadak dan sifatnya kontinu atau terus-menerus. Ketika mereka diberikan obat penurun panas, biasanya panas tidak akan turun di bawah 38 derajat celcius. Gejala lainnya yaitu disertai tanda-tanda mual, muntah, badan yang lemas, bintik-bintik perdarahan di kulit, serta anak yang tidak terlihat ceria,” ucap Eggi. 

3. Orang dewasa harus sadar dengan perbedaan respons dari gejala yang timbul

Menurut Eggi, orang dewasa juga harus sadar perbedaan respons dari gejala yang timbul pada dirinya dan anak-anak.

Ketika orang dewasa dapat mengeluhkan nyeri sendi dan otot, anak-anak tidak karena mereka belum memiliki kemampuan untuk dapat mengkomunikasikan sakit yang dirasakan.

Sifat seperti lebih rewel, tidak nafsu makan dan minum, dan muntah dapat menjadi pertanda bahwa mereka sedang tidak baik-baik saja sehingga harus segera dibawa ke puskesmas terdekat.

“Pada spektrum infeksi dengue yang lebih berat, disaat jumlah trombositnya sudah rendah, anak dapat mengalami mimisan atau gusi yang berdarah ketika sikat gigi,” tambahnya.

4. Ada tiga fase umum infeksi dengue

Eggi menyebutkan pula bahwa secara umum, infeksi dengue terbagi menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan.

Pada akhir fase demam, atau saat memasuki fase kritis, ada beberapa tanda peringatan yang harus diwaspadai, yaitu misal ada nyeri perut, mual dan muntah-muntah, anak lemas, atau tanda perdarahan.

Bila ada tanda bahaya ini, anak harus segera dibawa ke dokter.

“Pasien dengue yang dinyatakan oleh petugas kesehatan memiliki kondisi yang masih baik tidak perlu rawat inap, namun dengan syarat untuk tetap membawa anaknya ke rumah sakit atau puskesmas setiap hari (selama fase kritis) untuk menjalani pemeriksaan oleh dokter dan dilakukan pemeriksaan darah. Nanti setiap hari akan dilakukan pemantauan kadar hematokrit dan trombosit, hingga fase kritis terlewati,” paparnya.

5. Ada edukasi penting

Bagi orang tua yang melakukan pengobatan di rumah, terdapat edukasi yang penting untuk diketahui menurut Eggi.

Pertama, memberikan obat penurun panas yang paling aman yaitu paracetamol. Hindari obat-obatan golongan lain seperti nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) karena dapat mempengaruhi fungsi trombosit sehingga akan meningkatkan kecenderungan pendarahan yang hebat.

Kedua, pastikan anak mendapatkan asupan air yang cukup. Ketiga, menjaga anak untuk istirahat dan tidak keluar terlebih dahulu.

Terakhir, waspada terhadap warning sign pada anak seperti nyeri perut, muntah dan bintik-bintik perdarahan di kulit.

Pentingnya kehadiran orang tua dalam menjaga anak dari infeksi virus dengue di musim hujan tidak bisa diabaikan.

Selain upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungan luar dan di dalam rumah dan membersihkan lingkungan untuk menghilangkan sarang nyamuk Aedes aegypti, orang tua juga dapat melakukan upaya pencegahan gigitan nyamuk.

Misalnya dengan memakaikan pakaian tertutup yang berwarna terang atau menggunakan repelen.

Ketika anak terkena infeksi dengue segera kenali gejala dan segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat sehingga dapat ditangani secara medis.

Dijelaskan Eggi, populasi Aedes aegypti, yang merupakan vektor atau hewan perantara infeksi dengue, akan meningkat ketika musim hujan.

Pada musim hujan, telur akan terkena sehingga membuatnya menetas.

Pada musim hujan juga akan banyak breeding site atau tempat perkembangbiakan akibat air yang tertampung di gelas-gelas plastik, kaleng-kaleng bekas, ban-ban bekas, talang air yang tidak lancar, dan tempat-tempat lain.

Adanya kemungkinan peningkatan transmisi virus ke manusia perlu diwaspadai oleh masyarakat di musim ini.

“Terdapat empat stereotip virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Secara teori, apabila pada infeksi kedua (infeksi sekunder) kita terinfeksi jenis serotipe virus dengue yang berbeda dari yang pertama, maka ada kemungkinan manifestasi klinisnya akan lebih berat, seperti mengalami kebocoran plasma, hingga shock, bahkan sampai meninggal,” jelasnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved