"Jadi ketika pembacaan Sirekap itu kemudian keliru maka langsung dibetulkan di pleno kecamatan. Begitu juga ketika di info pemilu itu munculnya keliru atau tidak sesuai dengan plano langsung oleh operator diperbaiki, dikoreksi," lanjutnya.
"Jadi sebenarnya yang memunculkan asumsi soal angka itu kan pembacaan mesin Sirekap terhadap plano yang tidak logis, anomali tinggi sekali. DPT saja maksimal 300 (per TPS) tapi ternyata hasilnya sampai 800. Ini kan anomali dan harus diperbaiki. Tapi prinsipnya dengan adanya Sirekap ini justru kita transparan semua bisa diketahui oleh publik, publik justru bisa mengoreksi. Plano juga bisa diketahui oleh publik dan itu dengan Sirekap. Kalau tidak ada publikasi itu justru malah gelap semua," tambahnya.
Ditambahkan Shidqi, anomali penghitungan suara bukan hanya di DIY namun juga secara nasional.
"Di DIY ada beberapa, tapi Sirekap itu nasional. Sehingga perbaikan itu dilakukan oleh KPU seluruh Indonesia. Ada anomali itu harus diperbaiki, kalau tidak kan bahaya. Anomali itu pembacaan sistem Sirekap terhadap plano, ini yang hrus diperbaiki," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.