Pemilu 2024

Ketua Komisi A DPRD DIY Komitmen Wujudkan Pemilu yang Berbudaya dan Bermartabat

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menekankan enam hal penting untuk mewujudkan Pemilu 2024 bermartabat dan berbudaya.

Istimewa
Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto menyampaikan paparan dalam Ngobrol Parlemen bersama Ketua Bawaslu Moh Najib dan Pakar Politik UGM Yogya, Mada Sukmajati 

Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menekankan enam hal penting untuk mewujudkan Pemilu 2024 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang bermartabat dan berbudaya.

Pertama, ia menekankan Pemilu merupakan momentum bagi rakyat untuk memilih sosok yang akan mengurus negara. Sehingga masyarakat harus mendapat jaminan gak konsitusi dalam memilih.

Ia menyebut masyarakat DIY memiliki pengalaman Pemilu yang luar biasa. Tahun 1950 terbit Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk mengamanatkan pemilihan anggota DPRD DIY.

Satu tahun kemudian, tahun 1951 masyarakat DIY sudah menghadapi Pemilu dan berlangsung hingga saat ini.

"Saya keliling di Kota Yogyakarta dan mendapat pelajaran dari pemilihan Ketua RT, Ketua RW, Ketua Kampung, Ketua LPMK. Justru pemilihan bermartabat itu terjadi dari situ. Nggak ada money politic, nggak ada intimidasi, aturan pemilihannya juga disepakati dari awal sampai akhir," kata Eko Suwanto yang maju kembali sebagai Caleg DPRD DIY Dapil Kota Yogyakarta, dari PDI Perjuangan  Nomor Urut 2 ini dalam Ngobrol Parlemen, Senin (08/01/2024).

Sehingga kepastian hukum menjadi hal penting dalam penyelenggaraan Pemilu. Ia menyebut salah satu yang menyedihkan proses Pemilu kali ini adalah soal ketidakpastian hukum.

Beberapa permasalahan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi tersebut diharapkan menjadi pembelajaran ke depan. Sehingga tahapan pemilu dilakukan setelah ada kepastian sistem.

"Jadi kalau main sepak bola itu, di tengah jalan tidak diskors kemudian ganti aturan. Tetapi ya biarkan main dulu sampai selesai. Sehingga menang atau kalah itu nggak jadi polemik, sepanjang aturannya ditaati," sambungnya.

Yang tak kalah penting adalah peran dan partisipasi pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam mendukung penyelenggaraan Pemilu. Pemerintah Daerah DIY, lanjut dia, selama ini sudah berperan baik dalam mendukung dan fasilitasi. Mulai dari bantuan sosialiasi, hingga pemanfaatan kantor kelurahan dan kantor kecamatan untuk kantor PPS, PPK, dan lainnya.

Edukasi kepada pemilih untuk dewasa dan bijak dalam menentukan pilihannya juga penting. Ia pun mendorong adanya alokasi anggaran khusus untuk pendidikan pemilih. Menurut dia, edukasi harus dilakukan secara terus menerus.

Ia juga menyoroti pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban di DIY selama Pemilu 2024. Pasalnya DIY merupakan kota pelajar dan kota pariwisata. Sehingga keamanan tidak hanya penting bagi masyarakat DIY, tetapi juga untuk pelajar dan mahasiswa yang menempuh pendidikan di DIY, dan wisatawan yang berwisata ke DIY.

"Misalnya kerusuhan, wisatawan akan ngerem kunjungannya ke DIY. Dampaknya apa, destinasi wisata sepi, oleh-oleh sepi, pondokan sepi. Kita pernah mengalami COVID-19, dimana pertumbuhan ekonomi minus. Sehingga membuat kerusuhan di Jogja, sama dengan membunuh penghidupan rakyat Jogja," terangnya.

Pakar Politik UGM, Dr. rer.pol. Mada Sukmajati, M.PP. mengungkapkan ada beberapa potensi kerawanan yang bisa terjadi pada Pemilu 2024, seperti politik uang, netralitas ASN, hoaks dan ujaran kebencian melalui media sosial, hingga konflik kekerasan ketika kampanye terbuka.

Menurut dia, kerawanan-kerawanan tersebut sudah mulai terlihat di beberapa daerah, termasuk di DIY. Potensi kerawanan tersebut akan semakin besar jika para pemangkin kepentingan tidak melakukan upaya serius untuk mengantisipasi hal tersebut.

"Setiap Pemilu pasti memiliki dinamikanya masing-masing, Pemilu 2024 juga memiliki dinamikanya sendiri. Kita harus kembali ke pemilu yang berintegritas, pemilu yang bermartabat dan berbudaya. Harus kembali pada Pemilu yang berintegritas, masing-masing punya porsinya sendiri, penyelenggaraan pemilu, peserta pemilu, masyarakat punya porsinya sendiri," ungkapnya.

Sebagai kota budaya, Mada mendorong agar kampanye dilakukan dengan santun, bermartabat, dan berbudaya. Sehingga menghilangkan kesan Pemilu menyeramkan. Ia menilai DIY memiliki potensi besar dalam penyelenggaraan kampanye yang berbudaya, baik dengan pawai budaya, dan lainnya.

"Saya mendorong agar masyarakat yang Jogja yang santun, beradap. Sudah saatnya kita mengembalikan politik ke arah yang santun, tidak menghalalkan segala cara. Apalagi Jogja ini dianggap barometer nasional, dan harapannya bisa menginspirasi daerah lain," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib menerangkan DIY termasuk provinsi dengan dengan pelanggaran Pemilu kecil. Dari pemilu sebelumnya, tingkat pelanggaran di DIY relatif rendah. Menurut dia, hal itu karena peserta Pemilu di DIY mendengarkan masukan dari Bawaslu DIY.

Terlebih selama ini Bawaslu DIY menekankan tindakan persuasif dan menitikberatkan pada upaya pencegahan.

"Jadi kami bukan pengawas yang ngumpet, kemudian menemukan fakta lalu ditindak. Kami mengerahkan seluruh pengawas, untuk mengawasi kampanye, dan melakukan tindakan persuasif jika ada potensi pelanggaran," terangnya.

Pihaknya juga memberikan kesempatan pada peserta pemilu untuk menertibkan alat peraga kampanye (APK) yang melanggar. Di tengah masa kampanye, APK dianggap sebagai sampah visual yang merusak wajah DIY. Sehingga pihaknya pun bakal menertibkan APK yang tidak tertib. Secara bertahap, kabupaten/kota juga melakukan penertiban APK berdasarkan rekomendasi Bawaslu.

"Bawaslu yang memberikan rekomendasi, untuk para pihak secara mandiri menertibkan dan memindahkan APK ke tempat yang tidak melanggar. Kami berikan waktu tiga hari. Kalau tidak digunakan, maka secara sepihak akan kami tertibkan, sebagai barang bukti pelanggan, dan tidak boleh diambil lagi," ujarnya.

Najib pun mengajak agar peserta pemilu menaati aturan kampanye. Perlu peran pemimpin partai politik agar menjadi contoh bagi anggotanya.

"Kalau pengikut ya ngikut pemimpinnya. Sehingga pemimpinnya juga perlu mengajak, mempromosikan kampanye yang bermartabat dan berbudaya," imbuhnya. (maw)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved