Human Interest Story

Kisah Dukuh Mao di Karanganom Klaten, Konon Ada Pantangan Menanam Pohon Pisang di Tempat Ini

Dengan tidak diperbolehkan menanam pisang, maka warga Dukuh Mao menanam pohon lain di lingkungannya.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Muhammad Fatoni
TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Dukuh Mao, Jambeyan, Jatinom, Klaten memiliki pantangan dilarang menanam pohon pisang. 

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Ada sebuah padukuhan di wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang memiliki cerita unik tersendiri.

Adalah Dukuh Mao yang terletak di Jambeyan, Karanganom, Klaten yang konon memiliki kepercayaan atau mitos yang dipercaya oleh warganya.

Di tempat ini, konon ada pantangan menanam pohon pisang. 

Padahal umumnya, pohon pisang terbilang sebagai tanaman yang lazim ditemui di lingkungan pedesaan, termasuk di pekarangan maupun halaman rumah warga.

Namun tidak demikian halnya di Dukuh Mao.

Melansir dari TribunSolo.com, tidak ditemui adanya pohon pisang, baik di areal persawahan maupun kebun dan pekarangan rumah penduduknya.

Seorang warga, Yunanto, membenarkan adanya kepercayaan tersebut.

"Sekarang sudah berkurang (yang percaya), tapi masih ga berani menanam," ujar Yunanto kepada TribunSolo.com, Sabtu (2/12/2023).

Ia menceritakan ulang cerita orangtuanya, kalau dahulu kakek buyutnya meninggal saat masih muda.

Di rumahnya menanam pohon pisang.

"Mbah saya ya, itu nggak percaya larangan. Lalu halaman rumah ditanam pisang, hidup beberapa tahun," ungkapnya.

Beberapa tahun berselang, sang kakek bernama Mbah Iman meninggal dunia usai angon bebek di sawah. Berselang sebulan, disusul oleh istrinya.

"Terus dianggaplah kepercayaan itu (larangan pohon pisang), lalu ditebang semua pohon pisang yang ada oleh masyarakat," jelasnya.

Orangtua Yunanto, Reso Sumarso bersama adiknya juga ditinggal mati kedua orangtuanya saat masih kecil.

Hal ini makin menegaskan pantangan yang kini dipercaya banyak warga di Dukuh Mao.

 Dengan tidak diperbolehkan menanam pisang, maka warga menanam pohon lain di lingkungannya.

"Rata-rata menanam rambutan, sukun, kebanyakan pohon melinjo. Dulu banyak pohon yang besar, tapi sekarang sudah dipotong," ungkapnya.

Namun demikian, masyarakat masih bisa menikmati pisang dengan cara beli atau diberikan oleh saudara di luar desa. Mereka juga masih menggunakan daun maupun buah pisang untuk prosesi hajatan.

"Kalau ada hajatan, saudara dari luar sudah paham larangan di sini. Jadi dibawakan daun pisang sama pisang dari sana," paparnya.

Ia sebenarnya tidak benar-benar percaya dengan hal ini. Hanya saja ia sendiri juga tidak menanam pohon pisang lantaran untuk menghindari bermasalah dengan tetangga.

"Kalau keyakinan ya agama saja," pungkasnya.

Terpisah, Pegiat Cagar Budaya Hari Wahyudi mengatakan Dukuh Mao sendiri sudah ada sejak masa Mataram Kuno.

"Pada masa Mataram kuno disebut dengan Wanua i Maho yang termasuk ke dalam wilayah watak Wka," ujarnya.

Keterangan tersebut didapatkan dari sumber prasasti Kurunan yang memiliki angka tahun 855, pada akhir pemerintahan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi.

Di Dukuh Mao sendiri sebelumnya juga pernah di temukan prasasti, yang kini sudah di simpan di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng-DIY.

Di kutip dari laman https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/prasasti-abhayananda-mao/ prasasti tersebut bernama Abhayananda, atau Prasasti Mao.

Prasasti ini terbuat dari batu patok atau pseudo lingga, dengan tinggi 54 cm dan berdiameter 27 cm.

( tribunsolo )

 

Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Dukuh Mao di Klaten Punya Pantangan Tanam Pohon Pisang: Datangkan Marabahaya

Sumber: Tribun Solo
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved