BKKBN dan DPR RI Gelar Sosialisasi KIE Bangga Kencana: Cegah Stunting, Demi Songsong Indonesia Maju
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama mitra kerja anggota Komisi IX DPR RI, H. Sukamto SH kembali menggelar sosialisasi
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama mitra kerja anggota Komisi IX DPR RI, H. Sukamto SH kembali menggelar sosialisasi dan komunikasi Informasi Edukasi (KIE) program Bangga Kencana.
Setelah sebelumnya digelar di Joglo Ndalijan, Trihanggo, Gamping, kegiatan serupa dalam upaya mewujudkan keluarga berkualitas melalui pencegahan dan penurunan stunting ini juga diselenggarakan di Balai Aspirasi Masyarakat, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Kamis (12/10/2023).
Hadir dalam kesempatan tersebut, Inspektur Utama BKKBN Pusat, Ari Dwikora Tono.
Ia mengungkapkan tentang pentingnya mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Sebab, pada tahun 2045 atau diusia seratus tahun Kemerdekaan, Indonesia diharapkan menjadi negara maju.
Hal ini ditandai dengan perekonomian yang baik, pemerintahan bersih, dan pembangunan yang berkelanjutan dan merata.
Baca juga: Cara Mengajukan Masa Sanggah Seleksi CPNS 2023, Buka Laman sscasn.bkn.go.id dan Simak Ketentuannya
Untuk menyongsong Indonesia emas ini tentu tidak mudah. Membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki daya saing.
"Menurut para ahli, di tahun 2025-2035 Indonesia akan memperoleh bonus demografi. Penduduk usia produktif sangat tinggi. Bonus demografi ini harus disiapkan. Calon tenaga produktif yang akan datang disiapkan agar berkualitas. Yang menjadi bahaya bagi kualitas SDM ini adalah stunting," kata Ari.
Karena itu, sosialisasi sosialisasi dan komunikasi Informasi Edukasi (KIE) program Bangga Kencana menjadi sangat penting.
Satu diantara tujuan utamanya untuk mencegah anak-anak generasi yang akan datang tidak lahir stunting.
Menurutnya, stunting bukanlah penyakit melainkan gangguan pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi maupun infeksi yang berulang. Anak stunting maka pertumbuhannya akan terganggu.
Bahkan kecerdasannya menjadi tidak optimal. Sebab itu, upaya pencegahan harus dilakukan.
Satu di antaranya melalui pencegahan 4 T. Jangan menikah terlalu tua, ataupun menikah terlalu muda. Kemudian jangan memiliki anak dengan jarak kelahiran terlalu dekat dan jangan terlalu banyak.
Pencegahan juga dilakukan sejak usia remaja, hingga tiga bulan sebelum menikah harus diperiksa.
Sehingga ketika calon pengantin terdeteksi memiliki kekurangan gizi maupun menderita anemia maka bisa diintervensi supaya saatnya menikah sudah siap memiliki keturunan.
"Jika sarat ini terpenuhi maka InsyaAllah anak yang lahir akan sehat, tidak terkena stunting karena memenuhi kesehatan reproduksi," kata dia.
Kepala Kantor Perwakilan BKKBN DIY, Dr. Andi Ritamariani menyampaikan, tugas BKKBN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk maupun di bidang keluarga berencana. Sehingga bukan hanya sebatas tentang kontrasepsi.
Pihaknya tidak melarang orang melahirkan, tetapi mengupayakan agar masyarakat mengatur jarak kelahiran demi kesehatan ibu dan anak. Makanya, ada istilah 4 T.
Kelahiran anak diatur jaraknya supaya tidak mengalami stunting sehingga kualitas anak-anak Indonesia sehat dan kedepan mampu mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Pencegahan stunting bisa dilakukan mulai dari hulu. Yaitu melakukan pemeriksaan ketika tiga bulan sebelum calon pengantin menikah.
Kemudian ketika sedang hamil hingga anak lahir dan berusia 2 tahun atau dikenal dengan seribu hari pertama kehidupan (HPK).
Selama usia kritis tersebut, bayi harus dipastikan mendapatkan asupan gizi yang seimbang dan cukup untuk anak tumbuh berkembang.
"Gizi seimbang yang baik itu tidak harus mahal. Tidak ada daging, bisa diganti ayam. Tidak ada ayam bisa telur, bisa juga tempe tahu. Kemudian dilengkapi juga dengan buah dan sayuran. Tidak selamanya yang bergizi itu harus mahal," kata Dr. Andi.
Ia juga menekankan agar bayi diberikan ASI eksklusif diusia 0-6 bulan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) Sleman, Wildan Solichin mengungkapkan, stunting tidak identik dengan kemiskinan.
Pasalnya, dari 95 persen kasus stunting di Kabupaten Sleman bukan berasal dari keluarga miskin.
Kasus stunting di keluarga miskin hanya sebesar 5 persen saja. Artinya, orang yang kaya yang mampu membeli makanan bergizi juga anaknya beresiko stunting, jika tidak memberikan makanan bergizi tersebut kepada anak-anaknya.
"Jadi ini masalah pola makan dan pola asuh. Ini yang perlu dipahami bersama. Stunting tidak identik dengan orang miskin. Anak orang kaya juga bisa berpotensi kena," kata Wildan.
Sebab itu, sosialisasi dan edukasi tentang pencegahan stunting menjadi sangat penting. Menurut dia, ada 8 faktor determinan yang mempengaruhi stunting.
Tapi yang paling dominan, hampir 64 persen kasus stunting berada di keluarga yang anggota keluarganya perokok. Bayi yang terpapar asap rokok berpotensi stunting. Untuk itu, Ia mengajak bagi mereka perokok aktif untuk bijak saat merokok.
"Kami tidak melarang merokok. Tapi merokok lah tidak sambil mongmong bayi. Tidak juga disamping istri yang lagi hamil," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI H. Sukamto SH diakhir acara memandu sesi diskusi bersama warga yang hadir. Kendati demikian, menurut dia apa yang disampaikan oleh para pemateri sudah sangat jelas.
"Saya kira apa yang disampaikan oleh para pemateri, cukup jelas. Mudah-mudahan keturunan kita semua menjadi anak yang sehat dan cerdas. Dan ibu yang sedang hamil melahirkan anak-anak yang soleh dan juga solehah," kata dia. (rif/ord)
| Pemkot Yogyakarta Targetkan 'Zero New Stunting', Jalin Kolaborasi Bareng K-24 Group dan Sarihusada |
|
|---|
| Semester I 2025, Dinkes Gunungkidul Catat 4.917 Balita Alami Stunting |
|
|---|
| Dinkes Sleman: Merokok dalam Rumah Picu Risiko Anak Stunting |
|
|---|
| Eko Suwanto Ajak Gotong Royong Selesaikan Masalah Stunting, Masyarakat Bisa Bantu Telur atau Ikan |
|
|---|
| Setiap Kelurahan di Kota Yogyakarta Dapat Alokasi Rp100 Juta, Fokus Pengentasan Stunting |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.