KAHMI DIY Soroti Polemik di Pulau Rempang, Ini Pernyataan Sikapnya

Presidium Majelis Wilayah KAHMI DIY, Abdul Kholiq Hidayat, mengaku sangat menyayangkan dan prihatin atas tragedi kemanusiaan di Pulau Rempang

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
DOK BP BATAM via KOMPAS.com
KISAH Heroik Guru SD Selamatkan Murid-Muridnya dari Kerusuhan Rempang Batam 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) DIY menyatakan sikap terkait konflik di Pulau Rempang, Kepulauan Riau dalam pembangunan proyek PSN Rempang Eco City.

Presidium Majelis Wilayah KAHMI DIY, Abdul Kholiq Hidayat, mengaku sangat menyayangkan dan prihatin atas tragedi kemanusiaan di Pulau Rempang, antara masyarakat setempat dan aparat pemerintah.

"Kami mendesek Pemerintah RI untuk menghentikan proyek strategis nasional pembangunan Rempang Eco City sampai konflik agraria selesai dengan baik," katanya, melalui keterangan tertulis, Senin (18/9/2023).

Ia menyampaikan, salah satu tujuan didirikannya NKRI  adalah untuk melindungi seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum.

Menurutnya, upaya untuk memajukan kesejahteraan umum adalah dengan memberikan hak kepemilikan dan perlindungan atas benda-benda itu secara pribadi, atau dalam hal ini hak atas tanah.

"Pemerintah RI harus menghentikan segala tindakan represif yang dilakukan oleh aparat Polri dan TNI terhadap rakyat Rempang," katanya.

Sementara, Presidium KAHMI DIY lainnya, Mukmin Zakie, berharap kepada pejabat pemerintah, agar tidak memberikan pernyataan di luar bidang dan kompetensinya, yang berpotensi membuat suasana semakin kisruh. 

"Kami juga mendesak Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Anak dan ormas yang bergerak di misi kemanusiaan, agar terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian persoalan masyarakat di Pulau Rempang tanpa merugikan mereka," katanya.

Bagaimanapun, lanjutnya, setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

Kemudian, selaras amanat Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945, tujuan inventasi dan penggunaan sumberdaya alam sebagai sarananya, adalah semata-mata untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Bahwa kepemilikan tanah berdasarkan hokum adat tetap diakui dan dijamin oleh UU Nomor 5 tahun 1960 yang lebih dikenal dengan UUPA dan tidak ada satu kekuatan apapun yang bisa memutus hubungan itu secara paksa," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved