Berita Bantul Hari Ini

Ahli Waris Tanah Tutupan Jepang Heran Tak Ada Ganti Rugi untuk Tanah yang Akan Dipakai untuk JJLS

Proses pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) oleh pemerintah pusat terkendala status tanah tutupan jepang di wilayah Bantul. Warga yang merasa

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Bantul 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Proses pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) oleh pemerintah pusat terkendala status tanah tutupan jepang di wilayah Bantul.

Warga yang merasa memiliki tanah tersebut menuntut ada ganti rugi ke pemerintah, di sisi lain warga juga diminta untuk menyumbangkan sebagian tanahnya.

Sekretaris Masyarakat Pengelola Tanah Tutupan Jepang Parangtritis (MPT2P), Suparyanto mengatakan, sebelumnya dalam pertemuan bersama Kanwil BPN DIY, Dispertaru DIY dan BPN Bantul, pemerintah meminta kepada warga atau ahli waris untuk menyumbangkan sebagian tanah tutupan untuk pembangunan JJLS

Dalam pertemuan itu, disebutnya bahwa tanah tutupan Jepang akan ditata kembali dengan sistem sumbangan tanah.

Baca juga: Sebanyak 277 Calon Jemaah Haji Kulon Progo Akan Bertolak ke Asrama Haji Donohudan Besok

“Artinya semua pengelola tanah diminta untuk sepakat menyumbang sebagian tanahnya, kurang lebih 20 persen dari tanah yang dimiliki untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum," ujarnya Rabu (07/06/2023).

Adapun tanah tutupan merupakan tanah yang pada jaman dulu dirampas dan dikuasai jepang.

Dari catatannya, luas tanah tutupan di Kalurahan Parangtritis seluas 118 hektare.

Dari luas tersebut, 23,4 hektare akan disumbangkan untuk dibangun fasos dan fasum, kemudian tanah seluas 15,1 hektare digunakan untuk pembangunan JJLS.

Sisanya yang tidak digunakan, pemerintah akan menerbitkan sertifikat kepemilikan kepada ahli waris.  

“Dengan akan diterbitkan sertifikat tanah dari pengelola sebanyak 169 orang tersebut, berarti Pemda DIY telah mengakui status alas hak kepemilikannya. Pertanyaannya, mengapa tanah yang terkena JJLS yang 15,1 hektare, tanpa ada ganti rugi," ungkapnya.

Padahal menurutnya, sejauh ini ada beberapa payung hukum terkait penerbitan tanah yang pernah diambil alih pada masa penjajahan Jepang.

Aturan tersebut seperti Surat GTRA DIY No 2411/BA-34.NP/X/2021 tentang Pemulihan Atas Alas Hak Kembali kepada Pemilik (ahli waris yang menguasai tanah); UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Adapula Surat Edaran Mendagri No H 20/5/7 tahun 1950, Surat Edaran Menteri ATR/Kepala BPB RI No 1741-310.21-DII 28 tahun 2009 tentang Penyelesaian Status Tanah Tutupan Jepang Menjadi Hak Milik; Surat Edaran Menteri ATR/Kepala BPN RI No 1746/5.1/IV/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Masyarakat.

Tak hanya itu saja, ada juga Surat Edaran Mendagri No 500/835/BAK tahun 2017 tentang Penyelesaian Status Atas Hak Tanah yang Diambil Alih oleh Pemerintah Pendudukan Jepang ; Permen ATR/Kepala BPN RI No 12 Tahun 2019 tentang Konsolidasi Tanah untuk Memberikan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Warga Masyarakat, dan Pemkab Bantul melalui serta Surat Bupati Bantul tahun 2023 tentang Perintah kepada Lurah Parangtritis untuk Menerbitkan Kutipan Letter C diberikan kepada pengelola atau ahli waris.

Ia menilai, dari aturan-aturan tersebut telah mengisyaratkan adanya kepastian hukum soal status kepemilikan tanah tutupan Jepang.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved