Predator Seks Asal Bantul

Kasus Persetubuhan 17 Anak di Sleman, KPAID Kota Yogyakarta Akan Lakukan Tracing ke sekolah 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta prihatin dengan kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan korban

|
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Ahmad Syarifudin
Ketua KPAID Kota Yogyakarta Sylvi Dewayani 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta prihatin dengan kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan korban mencapai 17 anak di sebuah apartemen di Kabupaten Sleman.

Menurut dia, kasus persetubuhan anak di Yogyakarta belakangan ini terus mencuat, bukan hanya di umum namun juga di sekolah.

Karena itu, hal yang harus dikerjakan bersama-sama menurut dia adalah bagaimana mengupayakan pencegahan. 

Baca juga: Sebelum Jajal Kekuatan Tim Liga 1, PSS Sleman Direncanakan Uji Coba Lawan Tim Lokal

"Kami akan melakukan tracing mulai besok pagi. Kami akan melakukan tracing karena biasanya kalau lebih dari satu (korban) itu pasti ada sesuatu pola kan, ini yang sedang kita lakukan di sekolah-sekolah yang terdampak," kata Ketua KPAID Kota Yogyakarta, Sylvi Dewayani, Senin (29/5/2023). 

Korban dalam perkara persetubuhan yang terjadi di sebuah apartemen di Sleman dengan tersangka BM, warga Bantul berjumlah 17 anak.

Menurut Sylvi, para korban tersebar di sejumlah sekolah dengan jenjang SMP-SMA/SMK di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Usia korban termuda 13 tahun dan tertua 17 tahun.

Tracing dilakukan untuk menemukan pola di lingkungan para pelajar terutama di sekolah-sekolah terdampak.

Sebab korban dari perkara tersebut cukup banyak. Ia meyakini pasti ada sesuatu di lingkungan tersebut yang tidak mungkin dibiarkan. 

"Jadi biasanya anak-anak seperti ini kan ya kita nggak bisa pungkiri mereka sudah memegang handphone dan pengaruhnya itu luar biasa besarnya. Kemudian dorongan seksual yang tidak diikuti dengan kematangan emosi pada diri anak, sementara orang tuanya tidak tahu menahu hal-hal seperti ini. Maka inilah yang kemudian menjadi lubang besar bagi kita untuk kita tangani," kata Sylvi. 

"Tapi ini sebuah asumsi. Asumsi ini akan kita lakukan tracing pada teman-teman yang sedang menjadi korban. Saat ini terus terang (korban) ini cukup banyak ya 17 anak," imbuhnya. 

Tracing akan dimulai dari para korban, orangtua dan lingkungan sekolah terdampak hingga akhirnya akan meluas. Bagi Sylvi peristiwa persetubuhan 17 anak ini menjadi sesuatu yang memprihatinkan.

Para korban ada beberapa kelompok dalam satu sekolah sehingga harus di-tracing.

Sylvi mengungkapkan, dirinya mengapresiasi bagi guru yang melakukan pemeriksaan handphone para siswa yang akhirnya menjadi pintu masuk terbongkarnya persetubuhan pada anak

Menurut dia, handphone adalah privasi dan tidak sembarangan diperiksa.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved